Lahjah bahasa Tamim dan Quraisy merupakan
dua lahjah yang lebih menonjol di antara lahjah-lahjah arab lainnya. Abu Nasrul
al-Farabi berkata dalam kitab pertamanya yang dinamakan dengan “Al-faaz wa
al-huruf” bahwasanya bahasa Quraisy lebih baik dari bahasa Arab lainnya karena
kefasihan lafaz-lafaznya, mudah diucapkan dan lebih indah didengarkan serta
lebih jelas penjelasannya. [1]
A. Pengertian Bahasa Fusha
Bahasa Arab Fusha dikenal dengan bahasa
Arab baku atau standar dan banyak yang menyebutnya sebagai bahasa Arab klasik
(classical Arabic), bahkan ada yang menyebutnya sebagai Bahasa Arab Standar
Modern.
Menurut Emil Badi’ Ya’qub, bahasa Arab fusha
adalah bahasa yang digunakan dalam al Qur’an, situasi-situasi resmi,
penggubahan puisi, penulisan prosa dan juga ungkapan-ungkapan pemikiran
(tulisan-tulisan ilmiah). Secara umum bahasa ini dapat diklasifikasikan dalam
dua tingkatan, yaitu Bahasa Arab Klasik yang digunakan dalam bahasa al Qur’an
dan Bahasa Arab Standar Modern yang digunakan dalam bahasa ilmiah.
Bahasa Arab adalah bahasa yang masuk dalam
subrumpun Semit dari Hamito Semit atau Afro Asiatik. Bahasa ini termasuk dalam
bahasa klasik yang paling luas penggunaannya di dunia ini dari pada
bahasa-bahasa klasik lainnya, seperti bahasa Latin, bahasa Sansekerta, bahasa
Ibrani dan bahasa lainnya. Mengapa? Karena bahasa ini merupakan bahasa al Qur’an
yang dibaca oleh berjuta-juta kaum muslimin di penjuru alam ini, yang kemudian
mereka gunakan dalam penulisan maupun pembahasan masalah-masalah yang masih
terkait dengan agama.[2]
B. Bermuara pada Bahasa Arab Fusha
Bahasa Arab Fusha ini digambarkan sebagai
bahasa yang dipakai oleh masyarakat pada masa Rasulullah SAW.meskipun tentu
saja terdapat beberapa kosa kata baru buat obyek-obyek dan konsep-konsep yang
kurang familiar pada masa itu. Bahasa
Arab standar ini merupakan media pokok komunkasi dalam bentuk buku-buku,
majalah, surat kabar, papan-papan pengumuman, dokumen pemerintahan, surat
menyurat dan surat pribadi, juga dipakai oleh media televisi dan radio,
termasuk dalam pidato-pidato serta konferensi-konferensi dan seminar-seminar
ilmiah bahkan di bangku-bangku kuliah. Oleh karena itu bahasa Arab standar ini
merupakan bahasa yang berlaku di semua negara yang berpenduduk mayoritas Arab
dan Muslim (Azhar Arsyad: 2003, 4).
Bahasa Arab standar ini contoh konkretnya
adalah bahasa Arab yang dipergunakan dalam setiap komunikasi dengan teratur. Artinya,
pemakaian bahasa Arab Fusha itu mempunyai aturan yang disebut dengan tata
bahasa. Kosa kata yang dipergunakan dalam komunikasi tidak terlepas
terpisah-pisah secara bebas tanpa aturan tertentu, tetapi senantiasa mengikuti
kebiasaan-kebiasan secara otomatis dalam bahasa Arab yang selanjutnya
kebiasaan-kebiasaan itu dijadikan kaedah-kaedah bahasa Arab.Kaedah-kaedah itu
dikenal dengan ilmu nahwu dan sharaf. Dengan aturan itu maka bahasa Arab yang
dipergunakan sejak zaman Rasulullah SAW.dapat dipahami dengan mudah oleh
generasi berikutnya sampai generasi jauh di masa-masa yang akan datang. Bahasa
Arab Fusha ini tidak mengalami nasib seperti bahasa asing lainnya yang sulit
dipahami oleh generasi berikutnya. Mengenai hal ini Ghazzawi menyatakan:
… since classical Arabic has change so
little since Muham-mad’s time, Arab today can read Arabic written in seventh or
eighth century without too much difficult. This is quite different from the
situation in English, as we can not read Old English texts without special
study, as though for foreign language (Sabah Ghazzawi: 1992, 2).
Keberadaan bahasa Arab Fusha yang begitu
konstan bertahan sampai kini dan akan datang tidak lepas dari peran Qur’an yang
terjaga keasliannya sampai nanti. Terpeliharanya Qur’an demikian ini
menunjukkan bahwa kaedah-kaedah bahasa Arab juga stabil. Meskipun demikian
bukan berarti ilmu nahwu dan sharaf yang dikenal sekarang ini sudah lengkap,
sempurna, dan sudah tidak dapat berkembang lagi. Hal ini dapat dipahami dengan
adanya berbagai struktur dan bentuk kata dalam Qur’an yang belum teruraikan
sampai saat ini.
Ilmu nahwu dan sharaf itu akan berkembang
juga sesuai dengan perkembangan percakapan bangsa Arab meskipun tidak secepat
perkembangan kosa katanya dengan cara serapan. Kosa kata Arab semula berasal
dari berbagai dialek kabilah-kabilah Arab. Untuk kepentingan bersama seperti
dalam perdagangan di kota Mekkah maka masing-masing suku itu berusaha saling
memahami masing-masing dialek yang dipergunakan. Pada masa itu juga diadakan
perlombaan sastra berupa syair-syair, dan yang baik ditempelkan di Ka’bah.Ini
bisa dipahami sebagai awal mula “pemilihan bahasa” untuk dipakai bersama. Ternyata
dialek yang diterima oleh suku-suku Arab, dengan berbagai sebab, adalah dialek
dari suku Quraisy. Penerimaan dialek
Quraisy untuk bangsa Arab itu merupakan lahirnya bahasa Fusha. Bahasa Arab yang
dipergunakan dalam Quran berdialek Quraisy meskipun ada juga beberapa struktur
dan juga kosa kata yang tidak berasal dari dialek Quraisy.
Kajian di atas menunjukkan bahwa bahasa
Arab Fusha atau standar yang menggelobal itu sebetulnya juga berasal dari salah
satu suku Arab. Jadi bahasa Arab standar adalah bahasa Arab yang disepakati
pemakaiannya bersama oleh suku-suku Arab. Karena itu bahasa Arab dengan dialek dari
salah satu suku yang tidak dipakai dengan aturan yang disepakati bersama oleh
suku-suku Arab tidak dapat dinyatakan sebagai bahasa Fusha. Aturan pemakaian bahasa atau tata bahasa yang
disepakti itu diperoleh dengan cara induksi dari Qur’an dan juga syair-syair
yang dihafal.
Bahasa Arab Fusha itu sering dicontohkan
dengan Qur’an dan syair-syair Arab. Demikian juga teks-teks hadis menjadi
contoh bahasa Arab Fusha karena diucapkan oleh Rasululah SAW yang berasal dari
suku Quraisy. Jadi bahasa Arab Fusha ini kosa kata dan aturan pemakaiannya
disepakati oleh suku-suku Arab. Bahasa Arab Fusha ini yang menjadi materi
pembelajaran bahasa Arab, yang sekarang ini diupayakan strategi pengembangan
pendidikannya. Suka atau tidak suka, bahasa Arab Fusha itu akan menjadi bahasa
yang hidup dan terpelihara, karena merupakan kristalisasi bahasa suku-suku
Arab. Bahasa Arab Fusha itu disepakati dan difungsikan sebagai alat komunikasi
untuk semua bangsa Arab.Pada akhirnya tidak ada alasan lagi untuk tidak
mempelajari bahasa Arab Fusha.[3]
C. Standar
Berbahasa Yang Benar (Bahasa Baku), Antara Bahasa dan Nahwu
Istilah bahasa baku telah dikenal oleh
masyarakat secara luas. Namun pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka
memahami secara komprehensif konsep dan makna istilah bahasa baku itu. Bahasa
baku ialah bahasa yang menjadi pokok, yang menjadi dasar ukuran, atau yang
menjadi standar.
Bahasa baku yang benar berkaitan dengan
aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada
empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata,
tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus
dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca
dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata
bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa
.
Dalam bahasa arab terdapat istilah bahasa
fushah atau bahasa arab standar. Bahasa baku dalam bahasa arab disebut dengan
lughah fusha. Dan dia adalah: bahasa al-Qur’an al karim, bahasa warisan bangsa arab, yang digunakan
dalam interaksi sehari-sehari secara resmi .
Setiap Negara memiliki satu bahasa resmi
atau bahasa kebangsaan. Bahasa itu menjadi istimewa dengan adanya
ketetapan/kaedah tata bahasa (nahwu). Dan selalu digunakan dalam penulisan
resmi dalam segala urusan di satu Negara atau antara beberapa Negara yang
menggunakan bahasa yang sama. Bahasa ini juga digunakan dalam menterjemahkan
buku-buku ilmiah. Dan segala urusan administrasi Negara atau pidato-pidato
resmi kenegaraan begitu juga dengan segala urusan yang bersifat fomal. Biasanya
bahasa tulisan lebih fusha dari bahasa lisan. Dan dalam bahasa fusha tidak
ditemukan bahasa ‘amiyah.
Sumber-sumber yang dijadikan sebagai penetapan ukuran bahasa
fusha menurut ahli bahasa arab adalah:
1. al-Qur’an al-Karim
Al-Qur’an merupakan standar bahasa fusha yang tertingi, dan contoh
terbaik bagi bahasa satra yang disepakati secara umum.Oleh karena itu ahli
bahasa sepakat untuk mengakuinya dan menerima setiap kaedah yang berasal dari
al-Qur’an.
2. al-qira’ah al-Qur’aniyah
Qira’at qur’aniyah yaitu bentuk-bentuk qira’ah yang diperbolehkan oleh
Nabi saw dalam membaca al-Qur’an dengan tujuan mempermudah.
3. al-Hadits al-Nabawi al-Syarif
Dalam menetapkan hadits nabi sebagai standar bahasa yang baku, terjadi
perbedaan pendapat dikalangan ahli bahasa modern (muhaditsin). Sedangkan ahli
bahasa klasik (mutaqaddimin) sepakat untuk menjadikan hadits nabi sebagai
sumber standar bahasa yang benar, dengan menyertakan sebagaian hadits-hadits
tersebut dalam buku-buku mereka, meskipun sedikit.
4. Al-Syi’ru
Ahli bahasa memberikan perhatian yang besar terhadap syair arab klasik
dan menganggapnya sebagai dasar awal peletakan bahasa baku dalam bahasa arab. Seperti dikatakan bahwa syair itu diwan orang
arab.
Syair Arab klasik terdapat penetapan secara baku aturan-aturan dalam
berbahasa, sehinggga benar atau salahnya
bahasa seseorang dapat diukur dengan merujuk ke syair.
5. Al-Syawahid Al-Natsriyah
Natsar yang dijadikan sebagai sumber standar bahasa baku adalah yang
berupa, khutbah (pidato), wasiat (nasehat), amsal (perumpamaan) dan hikmah. Dan
semua itu dianggap sebagai bagian sastra yang penting dan memiliki kedudukan
sama dengan syair.[4]
Sebagian peneliti mengungkapkan proses
pembakuan bahasa Arab fusha serta dasar-dasar ilmiah dalam proses pembakuan
tersebut, tingkat kesepakatan terhadap dasar-daras ilmiah serta tingkat
konsistensi pijakan terhadap dasar-dasar ilmiah dalam proses pembakuan
Peneliti tersebut menyimpulkan empat dasar
pijakan proses pembakuan yakni dasar wilayah, Kurun Waktu, kuantitas data dan
kuntitas informan. Tidak ada kesepakatan terhadap dasdar pembakuan tersebut
serta tidak adanya badan khsusu dalam proses pembakuan tersebut.[5]
D. Hubungan
Bahasa Arab Fusha dengan Ilmu Nahwu
Disebutkan bahwa ilmu nahwu adalah ilmu
yang membahas tentang i’rab perkataan Arab.( Ma’luf: Beirut, 1973, 796). Ada
yang menyebutkan bahwa ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas tentang susunan
kalimat dan ciri khasnya. Ilmu ini bukan saja mempelajari i’rab dan
problematikanya tetapi juga menyinggung masalah-masalah lain yang penting,
seperti kedudukan kata dalam kalimat, hubungan intern antar unit-unit morfem
yang membentuk kalimat atau ungkapan-ungkapan dan masalah-masalah lain yang
berhubungan dengan tata kalimat (Chotibul Umam: 1980, 18-19). Dengan ilmu nahwu
dapat diketahui keadaan bentuk kata ketika sendirian dan ketika disusun.( Amin
Ali As-Sayyid: 1986, Vol. I, 13-4) Dengan kaedah-kaedah yang ada dalam ilmu
nahwu dapat diketahui susunan-susunan bahasa Arab dari segi i’rab dan bina’ dan
sebagainya (Ali bin Muhammad Al-Jurjani: tt., 240).
Pembahasan dalam ilmu nahwu didominasi oleh
permasalahan i’rab sehingga ada yang menyebut ilmu nahwu adalah ilmu yang
membicarakan kaedah-kaedah keadaan kata-kata Arab dari segi i’rab dan bina’
sehingga dapat diketahui keadaan akhir kata (Musthafa al-Gholayaini: 1973, Vol,
I, 6) Dari definisi-definisi tersebut kelihatan bahwa ilmu nahwu itu dapat
dinyatakan sebagai ilmu untuk menentukan harakat dan keadaan akhir sebuah kata
untuk disusun dalam sebuah kalimat. Jadi ilmu nahwu itu fungsinya adalah untuk
mengatur kata-kata yang dipakai dalam komunikasi sesuai dengan aturan bahasa
Arab.
Dengan ilmu nahwu seseorang dapat menyusun
kalimat bahasa Arab dan menentukan bunyi akhir kata dengan benar. Dengan ilmu
nahwu pula seseorang dapat memahami dengan benar kalimat yang diungkapkan baik
secara lisan maupun dengan tulisan. Dengan ilmu nahwu, maka komunikasi
berbahasa Arab dapat dipahami dengan benar. Jadi kegunaan ilmu nahwu bagi penulis
adalah untuk memberikan pemahaman yang benar melalui tulisannya dengan jelas,
dan bagi pembaca adalah untuk memahami tulisan yang sudah jelas. Ketegasan
tulisan dalam melambangkan bunyi mutlak diperlukan dan diharuskan agar
didapatkan pengertian yang tepat berdasarkan ilmu nahwu.
Dari uraian tersebut di atas dapat
dipahamai bahwa ilmu nahwu itu gramatika bahasa Arab. Ilmu ini mempunyai fungsi
sebagaimana fungsi gramatika bahasa-bahasa selain bahasa Arab. Ilmu nahwu ini
bukan alat untuk membaca kitab gundul, bukan untuk menentukan harakat akhir
kata yang tidak diharakati.Memberi harakat adalah tugas dan tanggung jawab
penulisnya. Pembaca bertugas memahami apa yang tertulis. Bila ternyata terjadi
kekeliruan dalam pemberian harakat oleh penulisnya maka itu adalah kasus
kesalahan penulisan yang harus dibetulkan. Kekeliruan penulisan harakat bukan
berarti lebih baik tidak diharakati, namun seharusnya penulis lebih teliti atau
harus belajar lagi ilmu nahwu agar bisa menyempurnakan tulisannya dengan betul.
Dalam kaitannya dengan bahasa Arab Fusha,
maka peran ilmu nahwu begitu berarti. Bahasa Arab Fusha senantiasa teratur dan
sesuai dengan kaedah-kaedah bahasa. Untuk mempergunakan bahasa Arab Fusha
diperlukan ilmu nahwu. Demikian pula sebaliknya, ilmu nahwu menjadi tidak ada
gunanya bila bahasa yang dipergunakan adalah bahasa ‘Amiyah. Jadi peran ilmu
nahwu tergantung pada keadaan bahasa Arab yang dipergunakan. Ditinjau dari
strategi pendidikan bahasa Arab, maka makin sempurna bahasa Arab yang diajarkan
makin maksimal peran ilmu nahwu, dan makin tidak teratur bahasa yang diajarkan,
semisal bahasa ‘Arab ‘Amiyah, makin tidak berperan pula ilmu nahwu.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Ramadhan ‘Abdul Tawab. Fiqh al-‘Arabiyah. Mesir: Nasyir Maktabah
al-Khaniji. 1994.
http://Standarisasi bahasa Arab Fusha dalam aspek nahwu pada
periode dinasti Abasiyyah dan penerapannya.html
http:// Fakultas Adab
Bahasa Sasaran Dari Amiyah ke
Fusha.html
http://standar-berbahasa-yang-benar-.html
http:// Fakultas Adab
Bahasa Sasaran Dari Amiyah ke
Fusha.html
http:// Bahasa Arab.html
[2]http:// Bahasa Arab.html
[3] http:// Fakultas Adab Bahasa
Sasaran Dari Amiyah ke Fusha.html
[4]http://standar-berbahasa-yang-benar-antara.html
[5] http://Standarisasi bahasa Arab Fusha dalam aspek nahwu pada
periode dinasti Abasiyyah dan penerapannya.html
[6]http:// Fakultas Adab Bahasa
Sasaran Dari Amiyah ke Fusha.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar