MENGARANG DENGAN ILHAM

Melihat, mengalami, merasakan dan membaca.
Menjadi SASTRAWAN

Kamis, 10 Mei 2012

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM


A. Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan satu aspek yang penting di dalam kehidupan setiap individu. Pendidikan bermula sejak seorang itu dilahirkan sehinggalah ia menemui ajalnya. Pendidikan bagi manusia meliputi aspek jasmani,rohani, akal dan sosial. “Manusia mendidik anaknya supaya badannya sihat dan kuat, akalnya waras dan cerdas, rohaninya luhur dan berbudi pekerti tinggi, tahu bermasyarakat dan menyesuaikan diri dalam kelompoknya” (Musa bin Daia,1986).
Di antara pendidikan yang paling penting bagi setiap manusia ialah pendidikan Islam.”Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih kepekaan (sensibility) para peserta didik sedemikian rupa sehingga sikap hidup dan peri-laku, juga keputusan dan pendekatannya kepada semua jenis pengetahuan dikuasai oleh perasaan mendalam nilai-nilai etik dan spiritual Islam. Mereka dilatih dan mentalnya didisiplinkan, sehingga mereka mencari pengetahuan tidak sekadar untuk memuaskan keingin-tahuan intelektual atau hanya untuk keuntungan dunia material belaka, tetapi juga untuk mengembangkan diri sebagai makhluk rasional dan saleh yang kelak dapat memberikan kesejahteraan fisik, moral dan spiritual bagi keluarga, masyarakat dan umat manusia”(Syed Sajjad Husain & Syed Ali Ashraf , 2000)
Pengetahuan terus berkembang dan pendidikan semakin kompleks untuk memenuhi keperluan masyarakat dan negara. Kemajuan yang sentiasa dicapai dalam bidang pendidikan telah menyebabkan berubahnya konsep pendidikan dalam sebuah negara dari semasa ke semasa. Bagi mengimbangi perubahan konsep pendidikan, maka apa yang berlaku di dalam proses pendidikan juga perlu diubah agar pelajar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam ertikata lain berubahlah kurikulum bagi setiap sekolah, maktab, universiti dan pusat pengajian tinggi lainnya. Selaras dengan perkembangan ini, maka definisi kurikulum juga turut berubah.

Berbagai-bagai definisi kurikulum telah dikemukakan oleh para pendidik, tokoh-tokoh ilmuan dan para sarjana dari berbagai bangsa. Ada pengertian yang sangat luas dan sebaliknya terdapat pengertian yang sempit. Perkataan kurikulum berasal dari bahasa Latin yang luas digunakan oleh bangsa Yunani. ’Curriculum’ dalam bahasa Latin bermaksud ‘Luang tempat pembelajaran berlaku’ (Sharifah Alwiah Alsagoff,1986).
Walaupun terdapat berbagai-bagai definisi untuk kurikulum, namun hampir semua makna, atau pengertian kurikulum dari definisi-definisi itu akan kembali ke pengertian asal, iaitu satu rancangan pengajian (Sharifah Alwiah Alsagoff,1986).
Di dalam kamus bahasa Arab kurikulum (Manhaj) sering didefinisikan sebagai jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Seterusnya,Prof. Dr. Omar Al-Syaibani (1991) menjelaskan kurikulum (manhaj) dimaksudkan sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.
Sementara itu Wiles dan Bondi (1993) memberikan definisi kurikulum sebagai:
“It is the range of experiences,both indirect and directed,concerned in unfolding the abilities of the individual,or it is a series of consciously directed training experiences that the school use for completing and perfecting the individual”
Menurut Zuharani (1983), ”Kurikulum adalah semua pengetahuan, kegiatan-kegiatan atau pengalaman belajar yang diatur dengan kaedah yang sistematik, yang diterima anak untuk mencapai suatu tujuan”.
Sementara itu Kementerian Pelajaran Malaysia (1984) menjelaskan ”Kurikulum bermaksud segala rancangan pendidikan yang dikendalikan oleh sesebuah sekolah ataupun institusi pelajaran untuk mencapai matlamat pendidikan”.
Seterusnya, Pg. Dr. Hj. Abu Bakar(2008) menjelaskan:
”Kurikulum adalah maklumat dan ilmu pengetahuan yang diajar oleh guru atau yang dipelajari oleh pelajar di sekolah atau lain-lain institusi pendidikan, dalam bentuk mata pelajaran yang terdapat dalam buku teks dalam setiap tahap pendidikannya”.
Ini bermakna kurikulum itu ialah segala pengalaman yang diperolehi oleh pelajar di sekolah yang mempunyai pengaruh yang baik terhadap kelakuan anak di bawah bimbingan guru bagi mencapai tujuan dan matlamat pendidikan.
Hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
Akhirnya dapatlah diambil kesimpulan bahawa kurikulum bukan hanya meliputi mata pelajaran dan pengalaman yang berlaku dalam kelas, malah ia meliputi semua pengalaman, aktiviti, suasana dan pengaruh yang diberikan kepada pelajar atau yang mereka kerjakan atau yang mereka jumpai di sekolah atau yang dikelolakan oleh sekolah. Ini termasuklah , semua kegiatan, pengalaman budaya, seni, sukan dan sosial yang dikerjakan oleh pelajar di luar jadual waktu dan di luar bilik darjah yang dikelolakan oleh pihak sekolah.

B.Dasar, Prinsip dan Fungsi Kurikulum Pendidikan Islam
  1. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang di harapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum.
Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam yaitu:
  1. Dasar Psikologis, yang digunankan untuk memenuhi dan mengetahhui kemampuan yang diperoleh dar pelajar dan kebutuhan anak didik ( the ability and need of children).
  2. Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari masyarakat (the legitimate demands of society ).
  3. Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahuii keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live).[1]
Sementara itu, Iskandar Wiryono dan Usman Mulyadi menawarkan dasar-dasar kurikulum yang senada dengan dasar-dasar diatas.[2]
Dari dua pendapat tentang  dasar-dasar penyusunan kurikulum tersebut, nampaknya belum lengkap untuk dijadikan dasar kurikulum pendidikan Islam. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan Islam ada usaha-usaha untuk mentransfer dan menanamkan nilai-nilai agama islam sebagai titik sentral tujuan dan proses pendidikan islam itu sendiri. Oleh karena itu ada baiknya kalau kita melihat dasar-dasar kurikulum yang ditawarkan oleh Al-Syaibany, yaitu :
  1. Dasar Agama, dalam arti segala sistem yang ada dalam masyarakat termasuk pendidikan, harus meletakan dasar falsafah, yujuan dan kurikulumnya pada dasar agama islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus didasarkan pada al-Quran, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
  2. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontology, epistemology maupun axiologi.
  3. Dasar Psikologis, dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan  psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan  perseorangan antara satu peserta didik dengan yang lain.
  4. Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan isalam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan ada tkebiasaan, seni dan sebagainya. Sebab tidak ada suatu masyarakat yan gtidak berbudaya dan tidak ada suatu kebudayaan  yang tidak berada pada masyarakat. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan islam sudah tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.
Inilah dasar-dasar utama yang menjadi landasan kurikulum pendidikan islam. Dengan berlandaskan kepada dasar-dasar ini, maka diharapakan kurikulum pendidikan islam pada tujuan yang diharapkan.

  1. Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Al-Syaibany,[3] prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan kurikulum pendidikan islam, yaitu :
  1. Berorientasi pada islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan  dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama da akhlak islam.
  2. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan  kurikulum.
  3. Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum.
  4. Prinsip-prinsip interaksi antara kebutuhan siswa dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
  5. Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara peserta didik, baik perbedaan dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan da sebagainya.
  6. Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan  tidak mengabaikan nilai-nilai absolute.
  7. Prinsip pertautan (integritas) antara mat apelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktiviti yang terkandung didalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.
Untuk lebih melengkapi prinsip-prinsip di atas, menurut Zakiah Daradjat[4] prinsip-prinsip kurikulum pendidikan islam, yakni :
  1. Prinsip Relevansi, dalam arti kesesuaian pendidikan dalam lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
  2. Prinsip Efektifitas, baik efektifitas mengajar guru, ataupun efektifitas belajar murid.
  3. Prinsip Efesiensi, baik dalam segi waktu, tenaga dan biaya.
  4. Prinsip Fleksibilitas, artinya ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemelihan program pendidikan maupun dalam mengembangakan program pengajaran.
  1. Fungsi Kurikulum
Dalam perkembangan selanjutnya pengertian kurikulum tidak hanya terbatas pada program pendidikakn, namun juga dapat diartikan menurut fungsinya:
1)      Kurikulum sebagai program studi
Merupakan seperangkat mata pelajaran yang dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instasi pendidikan lainnya.
2)      Kurikulum sebagai konten
Merupakan data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapidengan data atau informasi lainnya yang memungkinnya timbulnya belajar.
3)      Kurikulum sebagai kegiatan berencana.
Merupakan kegiatan yang dirncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan hasil yang baik.
4)      Kurikulum sebagai hasil belajar
Merupakan seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5)      Kurikulum sebagai reproduksi cultural
Merupakan transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
6)      Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Merupakan keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan dibawa pimpinan sekolah.
7)      Kurikulum sebagai produksi
Merupakan seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasi yang ditetapkan terlebih dahulu.[5]
Dalam pengalaman sehari-hari, sering didengarkan istilah fungsi. Fungsi membawa akibat pada adanya hasil. Jika sesuatu itu berfungsi maka berakibat pada adanya hasil. Demikian juga sebaliknya, jika sesuatu itu tidak berfungsi akan berakibat pada tidak tercapainya hasil yang diharapkan (tujuan).
Atas dasar tersebut, dapat dikatakan bahwa fungsi kurikulum berkaitan dengan komponen-komponen yang ada dan mengarah pada tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Dakir (2004:13) beberapa komponen dalam kurikulum yang harus menunjukkan arah pada pencapaian tujuan pendidikan adalah:
 (1) perencanaan yang telah disusun,
 (2) komponen materi yang telah direncanakan,
 (3) metode/cara yang telah dipilih, dan
(4) penyelenggara pendidikan dalam fungsinya melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan pendidikan.
Secara ringkas, Ladjid (2005:3) mengemukakan tiga fungsi kurikulum, dengan berfokus pada tiga aspek:
1. Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan tersebut, sebagai alat untukmencapai seperangkat tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari.
2. Fungsi kurikulum bagi tataran tingkat sekolah, yaitu sebagai pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan tenaga kerja.
3. Fungsi bagi konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan program yang serasi.
Selain itu, beberapa fungsi lain dari kurikulum tidak hanya menyangkut mereka yang berada di dalam lingkungan sekolah saja, tetapi fungsi-fungsi kurikulum juga menyangkut berbagai pihak di luar lingkungan sekolah, seperti para penulis buku ajar dan bahkan para masyarakat (stakeholder). Bahkan sekarang ini, penyusunan kurikulum justru melibatkan berbagai lapisan (stakeholder) yang memang secara langsugn atau tidak langsung akan turut mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keberlakukan sebuah kurikulum.

C. Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan islam berorientasi kepada :
  1. Orientasi Pelestarian Nilai
Dalam pandangan islam, nilai terbagi atas dua macam, yaitu : nilai yang turun dari Allah swt, yang disebut dengan nilai ilahiah, dan nilai yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai insaniah. Kedua nilai tersebutselanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang mendukungnya.
Tugas kurikulum  selanjutnya adalah menciptakan situasi-situasi dan program tertentu untuk tercapainya plestarian  kedua nilai tersebut. Orientasi ini memfokuskan kurikulum srbagai alat untuk tercapainya “ agent of conservative “.
  1. Orientasi Pada peserta Didik
Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang disediakan dengan bakat, minat dan potensi yang dimilikinya, serta kebutuhan peserta didik. Orientasi ini diarahkan kepada pembinaan tiga dimensi peserta didiknya, yaitu:
a.       Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas antara sikap, tingkah laku etiket dan moralitas.
b.      Dimensi produktivitas yang menyangkut apa yang dihasilkan anak didik dalam jumlah yang lebih banyak kualitas yang lebih baik setelah ia menamatka pendidikannya.
c.       Dimensi kreativitas yang menyangkut kemampuan anak didik untuk berfikir dan berbuat, menciptakan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
  1. Orientasi pada masa depan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) . kemajuan suatu zamamn ditandai oleh kemajuan IPTEK dan produk-produk yang dihasilkannya.
  2. Orientasi pada sosial demand
Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang ditandai oleh munculnya berbagai peradaban dan kebudayaan sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat walaupun perkembangan itu tidak mencapai pada titik kulminasi. Hal ini karena kehidupan adalah berkembang, tanpa perkembangan berarti tidak ada kehidupan.
Orientasi kurikulum adalah bagaimana memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan kebutuhannya, sehingga out put dilembaga pendidikan mampu menjawab dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
  1. Orientasi pada tenaga kerja
Manusia sebagai makhluk biologis, mempunyai unsure mekanisme jasmani yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya, makan-minum, tempat tinggal yang layak dan kebutuhan biologis lainnya. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara layak,  dan salah satu diantara persiapan untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang layak melaui pendidikan.
Kurikulum diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kerja. Hal ini ditunjukan setelah keluar dari lembaga sekolah, pserta didik mempunyai kemampuan dan keterampilan yang professional, berproduktif dan kreatif, mampu memberdayakan sumber daya alam, sumber daya diri dan sumber daya situasi yang mempengaruhi.
  1. Orientasi penciptaan lapangan kerja
Orientasi ini tidak hanya memberikan arahan pada kurikulum bagaimana menciptakan peserta didik yang terampil agar dapat mengisi lapangan kerja dalam masyarakat, tetapi mengingat terbatasnya lapangan kerja, maka kurikulum hendaknya dapat pula menciptakan peserta didik yang dapat membuat lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja terutama dirinya dan orangn lain. Dengan orientasi ini maka hidupnya tidak menggantungkan diri kepada orang lain, bahkan orang lain yang menggantungkan hidup kepadanya.

D. Model-Model Konsep Kurikulum Pendidikan Islam
Miller dan Seller melihat kurikulum sebagai alat untuk transmisi kebudayaan, tranformasi pribadi peserta didik, dan transaksi dengan masyarakat. Menurut Eisner memandang kurikulum sebagai pengembangan proses kognitif, teknologi aktualisasi peserta didik dan rekonstruksi sosial dan akademis.[6]

Kurikulum Sebagai Model Subjek Akademis
Kurikulum ini mengutamakan pengetahuan sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual. Model ini tidak hanya menerima apa yang disampaikan dalam perkembangan juga menerima proses belajar peserta didik. Kurikulum ini mengutamakan isi pendidikan dan peserta didik merupakan usaha untuk menguasai pendidikan. Sekolah adalah tempat peserta didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Model subjek akademis atau istilah lain rasionalisasi akademis ini mengalami perkembangan tiga struktur disiplin.
a.       Aliran yang melanjutkan struktur disipiln. Aliran ini menonjolkan proses penelitian ilmiah, baik masalah sosial, nilai- nilai maupun kebijaksanaan tokoh pemerintah.
b.      Pelajar terpadu. Dalam memahami masalah yang komplek, aliran ini menggunakan disiplin ilmu yang terpadu yang diperoleh dari pelajaran konsep- konsep pokok, proses ilmiah, gejala alam, masalah yang diahadapi.
c.       Pendidikan fundamental. Aliran ini mementingkan isi dan materi disamping cara- cara atau proses berfikir.

Kurikulum sebagai Model Humanistik (Aktualisasi Diri)
Karakteristik kurikulum model humanistik berfungsi menyediakan penga-laman yang berharga bagi peserta didik dan membantu perkembangan pribadi peserta didik. Kurikulum ini menjadikan manusia sebagagi unsur sentarl untuk menciptakan unsurkreatifitas, spontanitas, kemandirian, kebebasan, aktifitas, pertumbuhan diri, termasuk keutuhan anak sebagai keseluruhan, minat dan motifasi instrinsik. Islam menghendaki adanya kurikulum yang mampu memberikan stimulus agar peserta didik mampu membuat respon untuk berkreasi, mawas diri, mengembangkan daya cipta, rasa dan karsanya tanpa ada tekanan dari orang lain.

Kurikulum sebagai Rekonstruksi Sosial
Kurikulum model ini difokuskan pada problem yang dihadapi oleh masya-rakat yang bersumber dari aliran pendidikan interaksional. Desain yang ditam-pilakan dalam kurikulum ini adalah:
a.       Asumsi tujuan utama kurikulum model ini adalah menghadapkan peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang dihadapi manusia (teori konflik).
b.      Masalah sosial yang ada memberi kontribusi pertanyaan- pertanyaan masalah sosial yang harus dijawab dengan aktifitas kurikulum.
c.       Pola organisasi membuat kegiatan pleno yang membahas tema utama yang dijadikan bahan daalm diskusi kelompok
Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang menghasilkan perubahan secara relative tetap dalam perilaku yaitu dalam berfikir, merasa dan bertindak.

Kurikulum sebagai Model Teknologi
Kurikulum model ini, pendidikan menekankan pada penyusunan program pengajaran dan rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan system dan teknologi pendidikan mempunyai dua aspek yaitu hardware beruipa alat benda keras seperti radio, TV, proyektor dan sebagainya dan software berupa teknik penyusunan kurikulum baik secara mikro maupun makro.

Kurikulum sebagai Model Proses Kognitif
Kurikulum ini bertujuan mengembangkan kemampuan mental seperti berfikir, dan berkemampuan yang dapat diterapkan dalam bidang lain. Model ini berpijak pada psikologi kognitif yang konsepnya pada kekuatan fikiran.

E. Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Berupa materi pembelajaran yang diprogaram untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi tersebut disusun kedalam silabus, dan dalam mengaplikasikannya dicantumkan pula dalam satuan pembelajaran dan rencana pembelajaran. Setiap materi tersebut harus jelas scope dan squencenya.
Kurikulum pendidikan Islam meliputi tiga perkara iaitu masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah) dan masalah ihsan (akhlak). Bahagian aqidah menyentuh hal-hal yang bersifat iktikad (kepercayaan). Termasuklah mengenai iman setiap manusia dengan Allah,Malaikat,Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Qiamat dan Qada dan Qadar Allah swt.
Bahagian syariah meliputi segala hal yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang berpandukan kepada peraturan hukum Allah dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah dan antara sesama manusia.
Bahagian akhlak merupakan suatu amalan yang bersifat melengkapkan kedua perkara di atas dan mengajar serta mendidik manusia mengenai cara pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketiga-tiga ajaran pokok tersebut di atas akhirnya dibentuk menjadi Rukun Iman,Rukun Islam dan Akhlak. Dari ketiga bentuk ini pula lahirlah beberapa hukum agama, berupa ilmu tauhid, ilmu fiqeh dan ilmu akhlak. Selanjutnya ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam, iaitu al-Quran dan al-Hadis serta ditambah lagi dengan sejarah Islam.
Sementara itu menurut Dr. Hj. Maimun Aqsa, perkara yang perlu didahulukan dalam kurikulum pendidikan Islam ialah al-Quran, Hadis dan juga Bahasa Arab. Kedua ialah bidang ilmu yang meliputi kajian tentang manusia sebagai individu dan juga sebagai anggota masyarakat. Menurut istilah moden hari ini, bidang ini dikenali sebagai kemanusiaan (al-ulum al-insaniyyah). Bidang-bidangnya termasuklah psikologi, sosiologi, sejarah, ekonomi dan lain-lain. Ketiga bidang ilmu mengenai alam tabie atau sains natural ( al-ulum al-Kauniyyah), yang meliputi bidang-bidang seperti astronomi, biologi dan lain-lain.
Ruang lingkup materi pendidikan Islam sebenarnya ada terkandung di dalam al-Quran seperti yang pernah dicontohkan oleh Luqman ketika mendidik anaknya. Bagi Negara Brunei Darussalam Keluasan ruang lingkup pendidikan Islam tertakluk kepada pihak Kementerian Pendidikan, Kementerian Hal Ehwal Ugama, Jabatan Perkembangan Kurikulum, tingkat kelas, tujuan dan tingkat kemampuan pelajar. Bagi sekolah Arab dan agama khas tentunya mempunyai pembahasan yang lebih luas dan lebih terperinci berbanding sekolah umum. Begitu juga terdapat perbezaan yang jelas di antara peringkat rendah, menengah dan peringkat tinggi dan universiti.
Sedangkan mengenai sistem pengajaran dan teknik penyampaian adalah terserah kepada kebijakan guru melalui pengalamannya dengan cara memperhatikan bahan yang tersedia,waktu serta jadual yang sudah ditetapkan oleh pihak tertentu.
“Bagi pengajian tinggi, Pengajaran Agama Islam hendaklah dijadikan suatu mata pelajaran khas yang juga merupakan suatu pengajian yang mendalam mengenai sesuatu hukum dan difahamkan maksud-maksud pengajaran Agama Islam itu supaya mereka dapat mengamalkan pengajaran itu menjadi sebagai suatu cara hidup dan menjadi panduan semasa mempelajari ilmu-ilmu yang lain terutama sekali ilmu Sains” (Hj.Mohd. Jamil Al-SufrI, 1982)
Bagi merumuskan maksud prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam kita lihat pandangan Prof. Mohd. Athiyah (Tajul Ariffin Noordin, 1990). Beliau menjelaskan;
“Pendidikan moden sekarang ini memerlukan pendidikan Islam. Iaitu pendidikan idealis yang bersifat kerohanian, moral dan keagamaan. Ini membuatkan kita belajar untuk ilmu dan kelazatan ilmiah. Dengan demikian kita terlepas daripada keruntuhan, kejahatan dan kemiskinan, penjajahan dan keangkaramurkaan, serta peperangan-peperangan dengan segala bencana yang ditimbulkannya. Demi untuk mendapat bersama menikmati suatu kehidupan yang abadi hidup bersama saling bantu-membantu dan dalam suasana demokrasi dan bahagia”


[1] Herman H Home dalam Muhaimin dan Abdul Mujib, op. cit., h. 85
[2] Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Jakarta : Bina Aksara, 1988), h 49 dan 56
[3] Ibid, h.h. 520-522
[4] Zakiah Daradjat,dkk, op. cit , h 125.
[5] Muhain dan Abdul Mujib, Pemikiran  Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangaka Dasar Operasionalisasinya, ( Bandung : Trigenda Karya, 1993), h. 185.
[6] Nasution, Pengembangan Kurikulum  (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1991) h. 15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar