A. Hakikat Kurikulum
Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan satu aspek yang penting di dalam
kehidupan setiap individu. Pendidikan bermula sejak seorang itu dilahirkan
sehinggalah ia menemui ajalnya. Pendidikan bagi manusia meliputi aspek
jasmani,rohani, akal dan sosial. “Manusia mendidik anaknya supaya badannya
sihat dan kuat, akalnya waras dan cerdas, rohaninya luhur dan berbudi pekerti
tinggi, tahu bermasyarakat dan menyesuaikan diri dalam kelompoknya” (Musa bin
Daia,1986).
Di antara pendidikan yang paling penting bagi setiap
manusia ialah pendidikan Islam.”Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih
kepekaan (sensibility) para peserta didik sedemikian rupa sehingga sikap hidup
dan peri-laku, juga keputusan dan pendekatannya kepada semua jenis pengetahuan
dikuasai oleh perasaan mendalam nilai-nilai etik dan spiritual Islam. Mereka
dilatih dan mentalnya didisiplinkan, sehingga mereka mencari pengetahuan tidak
sekadar untuk memuaskan keingin-tahuan intelektual atau hanya untuk keuntungan
dunia material belaka, tetapi juga untuk mengembangkan diri sebagai makhluk
rasional dan saleh yang kelak dapat memberikan kesejahteraan fisik, moral dan
spiritual bagi keluarga, masyarakat dan umat manusia”(Syed Sajjad Husain & Syed
Ali Ashraf , 2000)
Pengetahuan terus berkembang dan pendidikan semakin
kompleks untuk memenuhi keperluan masyarakat dan negara. Kemajuan yang sentiasa
dicapai dalam bidang pendidikan telah menyebabkan berubahnya konsep pendidikan
dalam sebuah negara dari semasa ke semasa. Bagi mengimbangi perubahan konsep
pendidikan, maka apa yang berlaku di dalam proses pendidikan juga perlu diubah
agar pelajar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam ertikata lain berubahlah kurikulum bagi setiap
sekolah, maktab, universiti dan pusat pengajian tinggi lainnya. Selaras dengan
perkembangan ini, maka definisi kurikulum juga turut berubah.
Berbagai-bagai definisi kurikulum telah dikemukakan oleh
para pendidik, tokoh-tokoh ilmuan dan para sarjana dari berbagai bangsa. Ada pengertian yang sangat
luas dan sebaliknya terdapat pengertian yang sempit. Perkataan kurikulum
berasal dari bahasa Latin yang luas digunakan oleh bangsa Yunani. ’Curriculum’
dalam bahasa Latin bermaksud ‘Luang tempat pembelajaran berlaku’ (Sharifah
Alwiah Alsagoff,1986).
Walaupun terdapat berbagai-bagai definisi untuk
kurikulum, namun hampir semua makna, atau pengertian kurikulum dari
definisi-definisi itu akan kembali ke pengertian asal, iaitu satu rancangan
pengajian (Sharifah Alwiah Alsagoff,1986).
Di dalam kamus bahasa Arab kurikulum (Manhaj) sering
didefinisikan sebagai jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh
manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Seterusnya,Prof. Dr. Omar
Al-Syaibani (1991) menjelaskan kurikulum (manhaj) dimaksudkan sebagai jalan
terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik
atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
mereka.
Sementara itu Wiles dan Bondi (1993) memberikan definisi
kurikulum sebagai:
“It is the range of experiences,both indirect and
directed,concerned in unfolding the abilities of the individual,or it is a
series of consciously directed training experiences that the school use for
completing and perfecting the individual”
Menurut Zuharani (1983), ”Kurikulum adalah semua
pengetahuan, kegiatan-kegiatan atau pengalaman belajar yang diatur dengan
kaedah yang sistematik, yang diterima anak untuk mencapai suatu tujuan”.
Sementara itu Kementerian Pelajaran Malaysia (1984)
menjelaskan ”Kurikulum bermaksud segala rancangan pendidikan yang dikendalikan
oleh sesebuah sekolah ataupun institusi pelajaran untuk mencapai matlamat
pendidikan”.
Seterusnya, Pg. Dr. Hj. Abu Bakar(2008) menjelaskan:
”Kurikulum adalah maklumat dan ilmu pengetahuan yang diajar
oleh guru atau yang dipelajari oleh pelajar di sekolah atau lain-lain institusi
pendidikan, dalam bentuk mata pelajaran yang terdapat dalam buku teks dalam
setiap tahap pendidikannya”.
Ini bermakna kurikulum itu ialah segala pengalaman yang
diperolehi oleh pelajar di sekolah yang mempunyai pengaruh yang baik terhadap
kelakuan anak di bawah bimbingan guru bagi mencapai tujuan dan matlamat
pendidikan.
Hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai
rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan
pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan
program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang
bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
Akhirnya dapatlah diambil kesimpulan bahawa kurikulum
bukan hanya meliputi mata pelajaran dan pengalaman yang berlaku dalam kelas,
malah ia meliputi semua pengalaman, aktiviti, suasana dan pengaruh yang
diberikan kepada pelajar atau yang mereka kerjakan atau yang mereka jumpai di
sekolah atau yang dikelolakan oleh sekolah. Ini termasuklah , semua kegiatan,
pengalaman budaya, seni, sukan dan sosial yang dikerjakan oleh pelajar di luar
jadual waktu dan di luar bilik darjah yang dikelolakan oleh pihak sekolah.
B.Dasar, Prinsip dan
Fungsi Kurikulum Pendidikan Islam
- Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum sebagai salah satu komponen
pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang
di harapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang
mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum.
Herman H. Horne memberikan dasar bagi
penyusunan kurikulum dengan tiga macam yaitu:
- Dasar Psikologis, yang digunankan untuk memenuhi dan mengetahhui kemampuan yang diperoleh dar pelajar dan kebutuhan anak didik ( the ability and need of children).
- Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari masyarakat (the legitimate demands of society ).
- Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahuii keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live).[1]
Sementara itu, Iskandar Wiryono dan
Usman Mulyadi menawarkan dasar-dasar kurikulum yang senada dengan dasar-dasar
diatas.[2]
Dari dua pendapat tentang dasar-dasar penyusunan kurikulum tersebut,
nampaknya belum lengkap untuk dijadikan dasar kurikulum pendidikan Islam. Hal
ini dikarenakan dalam pendidikan Islam ada usaha-usaha untuk mentransfer dan
menanamkan nilai-nilai agama islam sebagai titik sentral tujuan dan proses
pendidikan islam itu sendiri. Oleh karena itu ada baiknya kalau kita melihat
dasar-dasar kurikulum yang ditawarkan oleh Al-Syaibany, yaitu :
- Dasar Agama, dalam arti segala sistem yang ada dalam masyarakat termasuk pendidikan, harus meletakan dasar falsafah, yujuan dan kurikulumnya pada dasar agama islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus didasarkan pada al-Quran, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
- Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontology, epistemology maupun axiologi.
- Dasar Psikologis, dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan perseorangan antara satu peserta didik dengan yang lain.
- Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan isalam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan ada tkebiasaan, seni dan sebagainya. Sebab tidak ada suatu masyarakat yan gtidak berbudaya dan tidak ada suatu kebudayaan yang tidak berada pada masyarakat. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan islam sudah tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.
Inilah dasar-dasar utama yang menjadi landasan kurikulum
pendidikan islam. Dengan berlandaskan kepada dasar-dasar ini, maka diharapakan
kurikulum pendidikan islam pada tujuan yang diharapkan.
- Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Al-Syaibany,[3]
prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan kurikulum pendidikan islam, yaitu :
- Berorientasi pada islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama da akhlak islam.
- Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
- Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum.
- Prinsip-prinsip interaksi antara kebutuhan siswa dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
- Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara peserta didik, baik perbedaan dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan da sebagainya.
- Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolute.
- Prinsip pertautan (integritas) antara mat apelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktiviti yang terkandung didalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.
Untuk lebih melengkapi prinsip-prinsip di atas, menurut
Zakiah Daradjat[4]
prinsip-prinsip kurikulum pendidikan islam, yakni :
- Prinsip Relevansi, dalam arti kesesuaian pendidikan dalam lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
- Prinsip Efektifitas, baik efektifitas mengajar guru, ataupun efektifitas belajar murid.
- Prinsip Efesiensi, baik dalam segi waktu, tenaga dan biaya.
- Prinsip Fleksibilitas, artinya ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemelihan program pendidikan maupun dalam mengembangakan program pengajaran.
- Fungsi Kurikulum
Dalam perkembangan selanjutnya
pengertian kurikulum tidak hanya terbatas pada program pendidikakn, namun juga
dapat diartikan menurut fungsinya:
1)
Kurikulum
sebagai program studi
Merupakan seperangkat mata pelajaran
yang dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instasi pendidikan
lainnya.
2)
Kurikulum
sebagai konten
Merupakan data atau informasi yang
tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapidengan data atau informasi
lainnya yang memungkinnya timbulnya belajar.
3)
Kurikulum
sebagai kegiatan berencana.
Merupakan kegiatan yang dirncanakan
tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat
diajarkan dengan hasil yang baik.
4)
Kurikulum
sebagai hasil belajar
Merupakan seperangkat tujuan yang
utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara
yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar
yang direncanakan dan diinginkan.
5)
Kurikulum
sebagai reproduksi cultural
Merupakan transfer dan refleksi butir-butir
kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda
masyarakat tersebut.
6)
Kurikulum
sebagai pengalaman belajar
Merupakan keseluruhan pengalaman
belajar yang direncanakan dibawa pimpinan sekolah.
7)
Kurikulum
sebagai produksi
Merupakan seperangkat tugas yang
harus dilakukan untuk mencapai hasi yang ditetapkan terlebih dahulu.[5]
Dalam pengalaman sehari-hari, sering
didengarkan istilah fungsi. Fungsi membawa akibat pada adanya hasil. Jika
sesuatu itu berfungsi maka berakibat pada adanya hasil. Demikian juga sebaliknya,
jika sesuatu itu tidak berfungsi akan berakibat pada tidak tercapainya hasil
yang diharapkan (tujuan).
Atas dasar tersebut, dapat dikatakan
bahwa fungsi kurikulum berkaitan dengan komponen-komponen yang ada dan mengarah
pada tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Dakir (2004:13) beberapa komponen dalam
kurikulum yang harus menunjukkan arah pada pencapaian tujuan pendidikan adalah:
(1) perencanaan
yang telah disusun,
(2) komponen
materi yang telah direncanakan,
(3) metode/cara
yang telah dipilih, dan
(4) penyelenggara pendidikan dalam
fungsinya melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan pendidikan.
Secara ringkas, Ladjid (2005:3)
mengemukakan tiga fungsi kurikulum, dengan berfokus pada tiga aspek:
1. Fungsi kurikulum bagi sekolah
yang bersangkutan tersebut, sebagai alat untukmencapai seperangkat tujuan
pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan
sehari-hari.
2. Fungsi kurikulum bagi tataran
tingkat sekolah, yaitu sebagai pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan
tenaga kerja.
3. Fungsi bagi konsumen, yaitu
sebagai keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan dan
kritik yang membangun dalam penyempurnaan program yang serasi.
Selain itu, beberapa fungsi lain dari
kurikulum tidak hanya menyangkut mereka yang berada di dalam lingkungan sekolah
saja, tetapi fungsi-fungsi kurikulum juga menyangkut berbagai pihak di luar
lingkungan sekolah, seperti para penulis buku ajar dan bahkan para masyarakat
(stakeholder). Bahkan sekarang ini, penyusunan kurikulum justru melibatkan
berbagai lapisan (stakeholder) yang memang secara langsugn atau tidak langsung
akan turut mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keberlakukan sebuah kurikulum.
C. Orientasi Kurikulum
Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan islam berorientasi kepada :
- Orientasi Pelestarian Nilai
Dalam pandangan islam, nilai terbagi
atas dua macam, yaitu : nilai yang turun dari Allah swt, yang disebut dengan
nilai ilahiah, dan nilai yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia
sendiri yang disebut dengan nilai insaniah. Kedua nilai tersebutselanjutnya
membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga
pada masyarakat yang mendukungnya.
Tugas kurikulum selanjutnya adalah menciptakan
situasi-situasi dan program tertentu untuk tercapainya plestarian kedua nilai tersebut. Orientasi ini
memfokuskan kurikulum srbagai alat untuk tercapainya “ agent of conservative “.
- Orientasi Pada peserta Didik
Orientasi ini memberikan kompas pada
kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang disediakan dengan bakat,
minat dan potensi yang dimilikinya, serta kebutuhan peserta didik. Orientasi
ini diarahkan kepada pembinaan tiga dimensi peserta didiknya, yaitu:
a.
Dimensi
kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas antara
sikap, tingkah laku etiket dan moralitas.
b.
Dimensi
produktivitas yang menyangkut apa yang dihasilkan anak didik dalam jumlah yang
lebih banyak kualitas yang lebih baik setelah ia menamatka pendidikannya.
c.
Dimensi
kreativitas yang menyangkut kemampuan anak didik untuk berfikir dan berbuat,
menciptakan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
- Orientasi pada masa depan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) . kemajuan suatu zamamn ditandai oleh kemajuan IPTEK dan produk-produk yang dihasilkannya.
- Orientasi pada sosial demand
Masyarakat yang maju adalah
masyarakat yang ditandai oleh munculnya berbagai peradaban dan kebudayaan
sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat
walaupun perkembangan itu tidak mencapai pada titik kulminasi. Hal ini karena
kehidupan adalah berkembang, tanpa perkembangan berarti tidak ada kehidupan.
Orientasi kurikulum adalah bagaimana
memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan kebutuhannya,
sehingga out put dilembaga pendidikan mampu menjawab dan mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
- Orientasi pada tenaga kerja
Manusia sebagai makhluk biologis,
mempunyai unsure mekanisme jasmani yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan
lahiriah, misalnya, makan-minum, tempat tinggal yang layak dan kebutuhan
biologis lainnya. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara layak, dan salah satu diantara persiapan untuk
mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang layak melaui pendidikan.
Kurikulum diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan kerja. Hal ini ditunjukan setelah keluar dari lembaga sekolah, pserta
didik mempunyai kemampuan dan keterampilan yang professional, berproduktif dan
kreatif, mampu memberdayakan sumber daya alam, sumber daya diri dan sumber daya
situasi yang mempengaruhi.
- Orientasi penciptaan lapangan kerja
Orientasi ini tidak hanya memberikan
arahan pada kurikulum bagaimana menciptakan peserta didik yang terampil agar
dapat mengisi lapangan kerja dalam masyarakat, tetapi mengingat terbatasnya
lapangan kerja, maka kurikulum hendaknya dapat pula menciptakan peserta didik
yang dapat membuat lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja
terutama dirinya dan orangn lain. Dengan orientasi ini maka hidupnya tidak
menggantungkan diri kepada orang lain, bahkan orang lain yang menggantungkan
hidup kepadanya.
D. Model-Model Konsep
Kurikulum Pendidikan Islam
Miller dan Seller melihat kurikulum sebagai alat untuk
transmisi kebudayaan, tranformasi pribadi peserta didik, dan transaksi dengan
masyarakat. Menurut Eisner memandang kurikulum sebagai pengembangan proses
kognitif, teknologi aktualisasi peserta didik dan rekonstruksi sosial dan
akademis.[6]
Kurikulum Sebagai Model
Subjek Akademis
Kurikulum ini mengutamakan pengetahuan sehingga
pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual. Model ini tidak hanya menerima
apa yang disampaikan dalam perkembangan juga menerima proses belajar peserta
didik. Kurikulum ini mengutamakan isi pendidikan dan peserta didik merupakan
usaha untuk menguasai pendidikan. Sekolah adalah tempat peserta didik untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Model subjek akademis atau istilah lain
rasionalisasi akademis ini mengalami perkembangan tiga struktur disiplin.
a.
Aliran
yang melanjutkan struktur disipiln. Aliran ini menonjolkan proses penelitian
ilmiah, baik masalah sosial, nilai- nilai maupun kebijaksanaan tokoh
pemerintah.
b.
Pelajar
terpadu. Dalam memahami masalah yang komplek, aliran ini menggunakan disiplin
ilmu yang terpadu yang diperoleh dari pelajaran konsep- konsep pokok, proses
ilmiah, gejala alam, masalah yang diahadapi.
c.
Pendidikan
fundamental. Aliran ini mementingkan isi dan materi disamping cara- cara atau
proses berfikir.
Kurikulum sebagai
Model Humanistik (Aktualisasi Diri)
Karakteristik kurikulum model humanistik berfungsi
menyediakan penga-laman yang berharga bagi peserta didik dan membantu
perkembangan pribadi peserta didik. Kurikulum ini menjadikan manusia sebagagi
unsur sentarl untuk menciptakan unsurkreatifitas, spontanitas, kemandirian,
kebebasan, aktifitas, pertumbuhan diri, termasuk keutuhan anak sebagai
keseluruhan, minat dan motifasi instrinsik. Islam menghendaki adanya kurikulum
yang mampu memberikan stimulus agar peserta didik mampu membuat respon untuk
berkreasi, mawas diri, mengembangkan daya cipta, rasa dan karsanya tanpa ada
tekanan dari orang lain.
Kurikulum sebagai
Rekonstruksi Sosial
Kurikulum model ini difokuskan pada
problem yang dihadapi oleh masya-rakat yang bersumber dari aliran pendidikan
interaksional. Desain yang ditam-pilakan dalam kurikulum ini adalah:
a.
Asumsi
tujuan utama kurikulum model ini adalah menghadapkan peserta didik pada
tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang dihadapi manusia (teori
konflik).
b.
Masalah
sosial yang ada memberi kontribusi pertanyaan- pertanyaan masalah sosial yang
harus dijawab dengan aktifitas kurikulum.
c.
Pola
organisasi membuat kegiatan pleno yang membahas tema utama yang dijadikan bahan
daalm diskusi kelompok
Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya
proses belajar yang menghasilkan perubahan secara relative tetap dalam perilaku
yaitu dalam berfikir, merasa dan bertindak.
Kurikulum sebagai
Model Teknologi
Kurikulum model ini, pendidikan menekankan pada
penyusunan program pengajaran dan rencana pelajaran dengan menggunakan
pendekatan system dan teknologi pendidikan mempunyai dua aspek yaitu hardware beruipa alat benda keras
seperti radio, TV, proyektor dan sebagainya dan software berupa teknik penyusunan kurikulum baik secara mikro
maupun makro.
Kurikulum sebagai
Model Proses Kognitif
Kurikulum ini bertujuan mengembangkan kemampuan mental
seperti berfikir, dan berkemampuan yang dapat diterapkan dalam bidang lain.
Model ini berpijak pada psikologi kognitif yang konsepnya pada kekuatan
fikiran.
E. Isi Kurikulum
Pendidikan Islam
Berupa materi pembelajaran yang diprogaram untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi tersebut disusun
kedalam silabus, dan dalam mengaplikasikannya dicantumkan pula dalam satuan
pembelajaran dan rencana pembelajaran. Setiap materi tersebut harus jelas scope
dan squencenya.
Kurikulum pendidikan Islam meliputi tiga perkara iaitu
masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah) dan masalah ihsan
(akhlak). Bahagian aqidah menyentuh hal-hal yang bersifat iktikad
(kepercayaan). Termasuklah mengenai iman setiap manusia dengan
Allah,Malaikat,Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Qiamat dan Qada dan Qadar Allah
swt.
Bahagian syariah meliputi segala hal yang berkaitan
dengan amal perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang berpandukan
kepada peraturan hukum Allah dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah dan
antara sesama manusia.
Bahagian akhlak merupakan suatu amalan yang bersifat
melengkapkan kedua perkara di atas dan mengajar serta mendidik manusia mengenai
cara pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketiga-tiga ajaran pokok tersebut di atas akhirnya
dibentuk menjadi Rukun Iman,Rukun Islam dan Akhlak. Dari ketiga bentuk ini pula
lahirlah beberapa hukum agama, berupa ilmu tauhid, ilmu fiqeh dan ilmu akhlak.
Selanjutnya ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan
pembahasan dasar hukum Islam, iaitu al-Quran dan al-Hadis serta ditambah lagi
dengan sejarah Islam.
Sementara itu menurut Dr. Hj. Maimun Aqsa, perkara yang
perlu didahulukan dalam kurikulum pendidikan Islam ialah al-Quran, Hadis dan
juga Bahasa Arab. Kedua ialah bidang ilmu yang meliputi kajian tentang manusia
sebagai individu dan juga sebagai anggota masyarakat. Menurut istilah moden
hari ini, bidang ini dikenali sebagai kemanusiaan (al-ulum al-insaniyyah).
Bidang-bidangnya termasuklah psikologi, sosiologi, sejarah, ekonomi dan
lain-lain. Ketiga bidang ilmu mengenai alam tabie atau sains natural ( al-ulum
al-Kauniyyah), yang meliputi bidang-bidang seperti astronomi, biologi dan
lain-lain.
Ruang lingkup materi pendidikan Islam sebenarnya ada
terkandung di dalam al-Quran seperti yang pernah dicontohkan oleh Luqman ketika
mendidik anaknya. Bagi Negara Brunei Darussalam Keluasan ruang lingkup
pendidikan Islam tertakluk kepada pihak Kementerian Pendidikan, Kementerian Hal
Ehwal Ugama, Jabatan Perkembangan Kurikulum, tingkat kelas, tujuan dan tingkat
kemampuan pelajar. Bagi sekolah Arab dan agama khas tentunya mempunyai
pembahasan yang lebih luas dan lebih terperinci berbanding sekolah umum. Begitu
juga terdapat perbezaan yang jelas di antara peringkat rendah, menengah dan
peringkat tinggi dan universiti.
Sedangkan mengenai sistem pengajaran dan teknik
penyampaian adalah terserah kepada kebijakan guru melalui pengalamannya dengan
cara memperhatikan bahan yang tersedia,waktu serta jadual yang sudah ditetapkan
oleh pihak tertentu.
“Bagi pengajian tinggi, Pengajaran Agama Islam hendaklah
dijadikan suatu mata pelajaran khas yang juga merupakan suatu pengajian yang
mendalam mengenai sesuatu hukum dan difahamkan maksud-maksud pengajaran Agama
Islam itu supaya mereka dapat mengamalkan pengajaran itu menjadi sebagai suatu
cara hidup dan menjadi panduan semasa mempelajari ilmu-ilmu yang lain terutama
sekali ilmu Sains” (Hj.Mohd. Jamil Al-SufrI, 1982)
Bagi merumuskan maksud prinsip-prinsip kurikulum
pendidikan Islam kita lihat pandangan Prof. Mohd. Athiyah (Tajul Ariffin
Noordin, 1990). Beliau menjelaskan;
“Pendidikan moden sekarang ini memerlukan pendidikan
Islam. Iaitu pendidikan idealis yang bersifat kerohanian, moral dan keagamaan.
Ini membuatkan kita belajar untuk ilmu dan kelazatan ilmiah. Dengan demikian
kita terlepas daripada keruntuhan, kejahatan dan kemiskinan, penjajahan dan
keangkaramurkaan, serta peperangan-peperangan dengan segala bencana yang
ditimbulkannya. Demi untuk mendapat bersama menikmati suatu kehidupan yang
abadi hidup bersama saling bantu-membantu dan dalam suasana demokrasi dan
bahagia”
[1] Herman H Home dalam Muhaimin dan Abdul Mujib, op. cit., h. 85
[2] Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Jakarta : Bina Aksara, 1988), h
49 dan 56
[3] Ibid, h.h. 520-522
[4] Zakiah Daradjat,dkk, op. cit
, h 125.
[5] Muhain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan
Kerangaka Dasar Operasionalisasinya, ( Bandung : Trigenda Karya, 1993), h.
185.
[6] Nasution, Pengembangan
Kurikulum (Bandung: Citra Aditiya
Bakti, 1991) h. 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar