A. Pengertian
1. Menurut Manna’ al-Qattan
Manna’ al-Qattan dalam kitabnya
Mabahits fi Ulum al-Qur’an, munâsabah menurut bahasa
disamping berarti muqarabah juga musyakalah (keserupaan).
Sedang menurut istilah ulum al-Qur’an berarti pengetahuan tentang
berbagai hubungan di dalam al-Qur’an, yang meliputi : Pertama,
hubungan satu surat dengan surat yang lain; kedua, hubungan antara
nama surat dengan isi atau tujuan surat; ketiga, hubungan antara fawatih
al-suwar dengan isi surat; keempat, hubungan antara ayat pertama
dengan ayat terakhir dalam satu surat; kelima, hubungan satu ayat
dengan ayat yang lain; keenam, hubungan kalimat satu dengan kalimat
yang lain dalam satu ayat; ketujuh, hubungan antara fashilah dengan
isi ayat; dan kedelapan, hubungan antara penutup surat dengan awal surat.
Jadi Menurut Manna’ Khalil Qattan :
وجـهُ
الإرتـبــاطِ بـين الجـمـلـةِ والجـمـلـةِ فى
الأيـةِ الـواحــدة أوبـين الأيـة والأيــة فـي
الأيــة الـمـتـعــددةِ أو بــينَ الســورة والســـورة.
Artinya :
“Munasabah adalah
sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau antar ayat pada
beberapa ayat atau antar surat
didalam Al-Qur’an”.
2. Menurut Imam al-Zarkasyi
Menurut Imam al-Zarkasyi kata munâsabah menurut bahasa
adalah mendekati (muqârabah), seperti dalam contoh kalimat : fulan yunasibu
fulan (fulan mendekati/menyerupai fulan). Kata nasib adalah kerabat dekat,
seperti dua saudara, saudara sepupu, dan semacamnya. Jika keduanya munâsabah
dalam pengertian saling terkait, maka namanya kerabat (qarabah). Imam Zarkasyi
sendiri memaknai munâsabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian
permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz khusus, atau
hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul,
kemiripan ayat, pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut dia
mengatakan, bahwa keguanaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian kalam
saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti bangunan yang kokoh yang
bagian-bagiannya tersusun harmonis”
Jadi Menurut
Az-Zarkasyi, adalah :
المـناسبة أمر معـقـولٌ إذاعُــِرِض عـلى الـمـقـول تـلـقّــتـه بــاالـقـبـُول.
Artinya :
“Munasabah adalah
suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, akal itu pasti
menerimanya”.
3. Menurut Ibn Al-Arabi :
إرتـبــاط أ ِيّ الـقـرأن بعـضـها بـبـعـض حـتى تـكون كا الكـلمـة الـواحـدةِ مـتّـسقــةِ المعـاني مـنتـظـمـةِ المـبــــاني ,عـلمٌ عـظـيـــمٌ
Artinya :
“Munasabah adalah
keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan
yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu
yang sangat agung”.
4. Menurut Al-Biqa’i, yaitu :
“Munasabah
adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau
urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat”.
Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan
korelasi makna antar ayat atau antar surat,
baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi
(hassiy), atau imajinatif (khayali) ; atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat
dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.
Pada dasarnya
pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara ayat-ayat itu bukan tauqifi
(tak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul), tetapi didasarkan
pada ijtihadi seorang mufassir dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan
Al-Qur’an, rahasia retorika, dan segi keterangannya yang mandiri.
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbabun Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna
dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah atau korelasi antar
ayat dengan ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam
pentakwilan dan pemahaman ayat dengan
baik dan cermat. Oleh sebab itu sebagian ulama menghususkan diri untuk menulis
buku mengenai pembahasan ini. Tetapi dalam pendapat lain dikemukakan atas dasar
perbedaan pendapat tentang sistematika (perbedaan urutan surat dalam Al-Qur’an) adalah wajar jika
teori Munasabah Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama yang
menekuni ‘Ulum Al-Qur’an walaupun keadaan sebenarnya Munasabah ini masih terus
dibahas oleh para mufassir yang menganggap Al-Qur’an adalah Mukjizat secara
keseluruhan baik Redaksi maupun pesan ilahi-Nya (Peny.)
Ilmu Munasabah ini dapat berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul, apabila
seseorang tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tapi seseorang
dapat mengetahui relevansi / hubungan ayat itu dengan ayat lainnya. Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tenteng ilmu Tanasubul Ayat Was-Suwar ini.
Diantanranya ada yang berpendapat, bahwa setiap ayat atau surat
selalu ada relevansinya atau hubungannya dengan ayat atau surat lain. Sementara ulama yang lain
berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Hanya memang sebagian besar
ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Selain itu adapula
yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat
lain, tapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat
dengan surat
lain. Hal yang demikian ini tidak
berarti bahw seorang mufassir harus mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena
Al-Qur’anul Karim turun secar bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi. Oleh karena itu, terkadang seorang mufassir menemukan keterkaitan
suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan
keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan memaksakan diri, sebab jika
memaksakannya juga akan menghasilkan kesesuaian yang dibuat-buat dan hal ini
tidak disukai, pernyataan ini senada
dengan pendapat Syaikh ‘Izz Ibn
Abdus-Salam.
- Macam-macam Munasabah
Dalam pembagian munasabah ini, para ulama juga berbeda pendapat mengenai
pengelompokkan munasabah dan jumlahnya, hal ini dipengaruhi bagaimana seorang
ulama tersebut memandang suatu ayat, dari segi berbeda. Menurut Drs. H. A.
Chaerudji Abd. Chalik dalam ‘Ulum Al-Qur’an (Jakarta : Diadit Media, 2007), munasabah
dapat dilihat dari dua segi, antara lain :
1. Dilihat dari segi sifatnya, terbagi
menjadi dua, yaitu :
- ظـاهـرالإرتــبــــاط (persesuaian yang nyata), atau persesuaian yang tampak jelas, karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali, sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna bila dipisahkan dengan kalimat lainnya, seolah-olah ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang sama.
Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surat al-Isra yang menerangkan bahwa isra’
Nabi SAW, berikut ini:
Artinya :
“ Maha suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang
telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha Mendengar Maha
mengetahui.”
Dengan ayat 2 surat
al-Isra yang menjelalskan diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa,
berikut ini:
Artinya :
“Dan kami berikan Musa Kitab (Taurat) dan
kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “
Janganlah kamu mengambil penolong selain aku.”
Persesuaian antara keduanya sangat jelas, yakni mengenai diutusnya nabi
dan rasul.
.
- الإرتــبــــاط خــفـي (Persesuaian yang tidak jelas) atau samarnya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat lain, sehingga tidak tampak adanya hubungan antara keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat/surat itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu di’Athafkan kepada yang lain, maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 surat al-Baqarah dengan ayat 190 surat al-Baqarah.
QS. Al-Baqarah
189:
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan
sabit. Katakanlah : “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan
(bagi ibadat)) haji dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebajikan itu
ialah kebajikan orang yang bertaqwa dan masuklah ke rumah-rumah itu dari
pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Ayat tersebut menerangkan bulan sabit (tanggal-tanggal) untuk tanda waktu
dan untuk jadwal ibadah haji. Dan ayat 190 surat al-Baqarah berbunyi:
Artinya :
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang
menyerang umat islam. Sepintas, antara ayat tersebut tidak ada hubungannya atau
hubungan yang satu dengan yang lainnya samara. Padahal sebenarnya ada hubungan
antara kedua ayat tersebut, ayat 189-nya mengenai soal waktu haji, sedang ayat
190-nya sebenarnya menerangkan waktu haji, dilarang berperang, tetapi jika ia
diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun
musim haji.
- Macam-macam Munasabah Ayat dari Segi Materi Munasabah
Jika dilihat dari segi materi munasabah, maka munasabah itu tetbagi
kedalam dua kelompok, yang masing-masing dibagi lagi, yakni :
- Munasabah Ayat Dengan Ayat Meliputi :
1. Munasabah Kalimat dengan
Kalimat
Munasabah kalimat (kata) dengan kalimat (kata) dalam
ayat contoh lafadz alhamdu lillahi
(segala puji bagi Allah) dalam surat
Al-Fatihah, dijelaskan oleh lafadz selanjutnya tentang siapa Allah itu, yakni rabbal’alamina (Tuhan semesta alam).
2. Munasabah Ayat dengan Ayat
dalam Satu Surat
Contoh (orang-orang yang bertakwa) pada surat Al-Baqarah lafadz
ayat 2, yang pada selanjutnya diuraikan ciri-cirinya yaitu:
Atrinya :
“(yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki,
yang kami anugerahkan kepada mereka.”
3. Munasabah Penutup Ayat dan
Kandungan Ayat
Contoh dalam surat
al-An’am ayat 31
“Dan mereka memikul dosa-dosa
diatas punggungnya. Ingatlah amat buruklah apa yang mereka pikul itu.”
- Munasabah Surat dengan Surat Meliputi :
1.
Munasabh awal uraian surat dengan akhir
uraian surat.
Munasabah ini dapat dilihat misalnya, pada surat al-Qashas. Permulaan
surat menjelaskan perjuangan Nabi Musa, di akhir surat memberikan kabar gembira
kepada Nabi Muhammad saw, yang menghadapi tekanan dari kaumnya, dan akan mengembalikannya ke Makkah.
Diawal surat larangan menolong oranng yang
berbuat dosa di akhir surat
larangan menolong orang kafir. Munasabahnya terletak pada kesamaan siruasi yang
dihadapi dan sama-sana mnedapa jaminan dari Allah.
2.
Munasabah Nama Surat
dengan Tujuan Turunnya
Setiap tema pembicaraan yang menonjol, dan itu
tercemin pada namanya masing-masing, misalnya surat
al-Baqarah, surat Yunusm surat
an-Naml, surat
Jin.
Umpanya dapat dilihat pada surat al-Baqarah ayat 67-71. certita tentangn
lembu betina dalam surat
tersebut mengandung inti pembicaraan tentang kekuasaan, Allahmembangkitkanorang
mati. Intinya tujuan surat
ini adalah menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan pada hari kemudian.
3.
Munasabah Surat dengan Surat Sebelumnya
Hubungan ini berfungsi untuk menerangkan atau
menyempurnakan ungkapan pada surat
sebelumnya. Contoh ungkapan alhamdulillah dalam surat
al-Fatihah berkolerasi dengan surat surat al-Baqarah ayat 152
dan 186.
4.
Munasabah Penutup Surat Terdahulu dengan Awal Surat Berikutnya.
Contohnya , akhir surat al-Waqiah (56) yang berbunyi: “Maka bertasbihlah dengan (menyebut ) Rabbmu
yang Maha Besar.” Dengan awal surat
berikutnya yakni surat
alhadid (57) yang berbunyi: “Semua yang berada dilangit dan dibumi
bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah), dan dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Munasabahnya adalah antara perintah bertasbih pada
akhir surat al-waqiah dan keterangan
bertasbihnya semua yang ada dilangit dan dibumi pada awal surat al-hadid.
5.
Munasabah Nama Surat dengan Nama Surat
Jika ditanya, apakah mungkin ada munasabah antara nama
surat
dengan nama surat
setelah atau sebelumnya? Menurut hemat penulis, mengingat munasabah
permasalahan ijtihadi, maka hal tersebut jangan dimungkinkan, tergantung cara
pandang mufassir dalam menghubungkannya. Yang dimaksud dengan tertib didalam
Al-Quran adalah membaca Al-Quran berkesinambungan dan berurutan sesuai dengan
yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang dihafal oleh para sahabat.
- Faedah Mengetahui dan Menpelajari Munasabah Al-Quran
Sebagaimana telah disebutkan ilmu asbab an-nuzul dan
munasabah sangat berperan dalam memahami Al-Quran. Dalam hal ini Muhammad
Abdullah Darraz berpendapat : “Sekalipaun permasalahan yang diungkap oleh
surat-surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal
dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika
surat
semestinya ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan
segala permasalahannya.”
Sementara menurut Ramli Abdul Wahid, urgensi dari
munasabah bagi seorang mufasir sangat penting. Beberapa urgnesinya adalah
sebagai berikut :
- Menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, surat-surat al-Quran sehingga bagian-bagian Al-Qurani itu salilng berhhubungan dan menjadi satu rangkaian utuh dan integral.
- Mempermudah pemahaman al-Quran.
- Memperkuat keyakinan atas kebenarannya sebagai wahyu ilahi.
- Menolak tuduhan bahwa susunan Al-Quran itu kacau.
Faedah mempelajari ilmu munasabah ini banyak, antara lain sebagai berikut
:
1. Mengetahui persambungan hubungan antara bagian
al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya
yang satu dengan yang lainnya. Sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan
pengenalan terhadap kitab al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan
dan kemukjizatan. Karena itu, Izzudin Abdul Salam mengatakan, bahwa ilmu
munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang
satu dengan kalimat yang lain. Beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal
yang berkaitan betul-betul, baik di awal atau diakhirnya.
2. Dengan ilmu munasabah itu dapat diketahui mutu dan
tingkat kebahagiaan bahasa al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu
dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau suratnya yang satu dengan yang
lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Qur’an itu betul-betul
wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Karena itu imam
Arrazi mengatakan, bahwa kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur’an itu terletak
pada susunan dan persesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling baligh
(bersastra) adalah yang sering berhubungan antara bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya.
3. Dengan ilmu munasabah akan sangat membantu dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat /
sesuatu ayat dengan kalimat / ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah
pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Manna’ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadh : Mansyurat
al-Ashr al-Hadits, t.th.
Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûm
al-Qur’an, Beirut
: Dar al-Ma’rifah li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1972
Imad al-Din Abu al-Fida’ Islamil Ib Katsir, Tafsir
al-Qur’an al-Adzim, Beirut
: Dar al-Fikr, 1966
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik
Terhadap Ulumul Qur’an, Yogyakarta :
LkiS, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar