A.
Pengertian Ilmu Qawafi
Kata
“Al-Qawafi” (القوافى) menurut etimologi adalah berasal dari
kata:
اَلْقِافِيَةُ جَمْعُهَا قَوَافٍ اَيْ وَرَاءَ الْعُنُقِ
Artinya: “Belakang
leher atau tengkuk.”
Sedangkan
menurut terminologi (istilah ahli Arudl):
اَلْقَافِيَةُ هِيَ مِنْ آخِرِ الْبَيْتِ اِلَى اَوَّلِ
مُتَحَرِّكٍ قَبْلَ سَاكِنٍ بَيْنَهُمَا.
Qafiyah adalah kata terakhir pada bait syai’ir, yang dihitung
mulai dari huruf yang terakhir pada bait sampai dengan huruf hidup sebelum
huruf mati yang ada di antara kedua huruf hidup tersebut.
Hal
ini dinamakan “Qafiyah” kerena mengikuti keadaan yang ada pada bait sebelumnya.
Contohnya
seperti sya’ir:
وُقُوْفًا بِهَا صَحْبِى عَلَىَّ مَطِيُّهُمْ
يَقُوْلُوْنَ
لاَ تُهْلِكْ اَسًى وَتَحَمَّلِيْ
Jika diperhatikan maka qafiyah pada bait ini adalah kata "تَحَمَّلِيْ"yakni mulai
dari huruf Hak (ح) sampai dengan huruf yak (ي) pada kata
tersebut dinamakan “Qafiyah.” Jadi bunyi li, li, lid an seterusnya, adalah
akibat dari aturan Qafiyah. Sedangakan ilmu yang mempelajari tentang aturan
kata pada akhir bait sya’ir Multazim[1],
dinamakan “Ilmu Qawafi.”
Dalam memahami puisi arab tradisional, selain harus menguasai
ilmu ‘Aruđ juga harus mendalami ilmu Qawafy. Ini sangat penting bagi para
penyair atau sastrawan guna mempermudah mereka dalam menyusun aturan huruf dan
harakat yang terdapat pada kata-kata di akhir bait. Di samping itu berguna
untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam menentukan macam-macam qafiyah yang
akan dipergunakan pada suatu qasidah. Selain itu bagi kita, yang bukan orang
Arab dan tertarik dengan puisi arab bahkan ingin menciptakan bait puisi
berbahasa Arab, ilmu qawafy (selain ilmu ‘Aruđ) ini sangat membantu.
Sama halnya dengan ilmu ‘aruđ, ilmu qawafy ini pertama kali
dibukukan oleh al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi dengan nama ilmu Qawafy walaupun
aturan-aturan qafiyah sudah ada sejak ‘Adi bin Rabi’ah al-Muhalhil.
B.
Macam-macam Qafiyah
Qafiyah pada suatu bait terdiri dari 9 (Sembilan) macam, yang
6 (enam) macam disebut “Qafiyah Muthlaqah” dan yang 3 (tiga) macam disebut
“Qafiyah Muqayyadah”, sebagaimana terurai di bawah ini:
a)
Qafiyah Muthlaqah(قَافِيَةٌ
مُطْلَقَةٌ)
Suatu qafiyah
dinamakan “Muthalaqah”, bilamana Rawinya[2]
mutlak yakni suara huruf tersebut diucapkan dengan terang dan tidak ditekan sedikit pun pada waktu mengucapkannya
atau dengan kata lain bahwa huruf tersebut mutlak harus diucapkan.
Bentuk qafiyah ini ada enam macam,
yaitu:
1)
Qafiyah Muthlaqah
yang sunyi dari Ta’sis[3]
dan Ridif[4]
atau dari Mu’assasah dan Mardufah yang bersambung dengan huruf Layyinah[5]
atau dengan huruf Ha’.
(مُطْلَقَةٌ
مُجَرَّدَةٌ مَوْصُوْلَةٌ بِا للَّيْنِ اَوْ بِلْهَاءِ)
Contohnya yang bersambung dengan
huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Khuwailid bin Murrah dalam bahar Thawil:
جَمِدْتُ اِلهِى بَعْدَ عُرْوَةِ اِذْنَجَا
خِرَاشٌ وَبَعْضُ الشَّرِّ اَهْوَنُ مِنْ
بَعْضِ(ي)
Maka kata بَعْضِ” yang kedua adalah qafiyah Muthlaqah,
karena huruf Dlad (ض) nya hidup sunyi dari
Ta’sis atau Ridif dan bersambung dengan
huruf Ya’ (ي) yang merupakan Isyba’nya huruf Dladl.
Contoh lain yang bersambung dengan huruf
Ha’ (ﻫ) seperti sya’ir dalam bahar Rajaz:
اَلاَفَتىً لاَقَى اْلعُلاَ بِهَمِّهْ،
لَيْسَ اَبُوْهُ بِابْنِ عَمِّ اُمِّهْ
Maka kata اُمِّهْ adalah qafiyah Muthlaqah, karena huruf Mim
(م) nya hidup dan sunyi dari ta’sis atau ridif dan bersambung dengan
huruf Ha’ (ﻫ) nya mati.
2)
Qafiyah Mardufah
yang bersambung dengan huruf Layyinah atau huruf Ha’.
(مَرْدُوْفَةٌ مَوْصُوْلَةٌ بِا للَّيْنِ اَوْ بِلْهَاءِ)
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir
Al-A’sya dalam bahar wafir:
اَلاَ
قَالَتْ بُثَيْنَةُ اِذْ رَاَتْنِى،
وَقَدْ لاَ تَعْدِمُ الحَسْنَاءُ ذَامَا
Maka di dalam kata ذَامَا terdapat huruf Alif (ا) sesudah Rawi berupa huruf Mim (ﻫ). Adapun contohnya yang bersambung dengan huruf Ha’ adalah
seperti sya’ir Lubed dalam bahar kamil:
عَفَتِ
الدِّيَارُ مَحَلَّهَا فَمَقَامَهَا
Maka di dalam kata فَمَقَامَهَا terdapat huruf Ha (ﻫ)
sesudah Rawi yang berupa huruf Mim (م).
3)
Qafiyah Mu’assasah
yang bersambung dengan huruf Layyinah atau dengan huruf Ha’.
(مُؤَسَّسَةٌ مَوْصُوْلَةٌ بِا
للَّيْنِ اَوْ بِلْهَاءِ)
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah
seperti syi’ir Nabighah Adz-Dzubyani dalam bahar Thawil:
كِلِيْنِى لِهَمٍّ يَا أُمَيْمَةَ نَاصِبِ،
وَلَيِلٍ
اُقَاسِيْهِ بَطِئِ الكَوَاكِبِ
Maka didalam kata كَوَاكِبٍ terdapat huruf alif (ا)
dan washalnya[6]
berupa huruf yak كواكبى .Adapun contohnya yang bersambung dengan huruf H’ adalah
seperti syi’ir Adi bin Zaid dalam bahar Munsarih:
فِي لَيْلَةٍ لاَ نَرَا بِهَا اَحَدًا،
يَحْكِىْ عَلَيْنَا
اِلاَّ كَوَاكِبُهَا
Maka di dalam kata كَوَاكِبُهَا terdapat huruf alif (ا) "كوا"
dan washalnya berupa huruf ha’ (كِبُهَا)
B) Qafiyah Muqayyadah (قَافِيَةٌ
مُقَيَّدَةٌ)
Suatu qafiyah dinamakan "muqayyadah" bilamana terikat dengan tanda sukun (huruf
mati) ketika membunyikan suatu huruf tersebut.Bentuk qafiyah ini ada tiga macam
yaitu:
1)
Qafiyah muqayyadah
yang sunyi dari ta’sis dan ridi atau dari mu’assasah dan mardufah.(مُقَيَّدَةٌ
مُجَرَّدَةٌ)
Contohnya yang
bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Al-A’sya dalam bahar
Mutaqarab:
اَتَهْجُرُ غَانِيَةٌ اَمْ تُلِمْ اَمِ الْحَبْلُ وَاهٍ بِهَا مُنْجَذِم
Maka kata مُنْجَذِمْ
adalah qafiyah muqayyadah mujarradah, karena huruf mim (م) nya mati dan sunyi dari
ridif dan ta’sis
2)
Qafiyah muqayyadah
yang terkena ridif (مُقَيَّدَةٌ مَرْدُوْفَةٌ)
Contohnya seperti syi’ir
كُلُّ عَيْشٍ سَائِرٌ لِلزَّوَالْ
Maka kata لِلزَّوَالْ adalah qafiyah muqayyadah mardufah, karena
terdapat huruf mad berupa alif (ا)
sebelum rawi.
3)
Qafiyah muqayyadah yang
terkena ta’sis
(مُقَيَّدَةٌ مُؤَسَّسَةٌ)
Contohnya seperti syi’ir huthai’ah dalam bait majzu’ kamil
muraffal.
وَغَرَرْتَنِى وَزَعَمْتَ اَنَّكَ لاَبِنٌ فِي
الصَّيْفِ تَامِرْ
Maka kata تَامِرْ adalah
qafiyah muqayyadah mu’assasah, karena terdapat huruf alif ta’sis didalamnya.
[1] sya’ir
Arab Multazim adalah terdiri dari 2(dua) rukun, yaitu wazan dan qafiyah.
[2] Rawi (الروي), artinya pikiran. Menurut istilah adalah
huruf yang dijadikan dasar dan pedoman di dalam qasidah. Para pakar menyebutkan
bahwa 1 huruf śahih yang terakhir di dalam satu bait disebut huruf rawi.
Kemudian huruf itu disamakan dengan bait-bait sesudahnya, sehingga ada qasidah
mimiyah (jika huruf rawinya mim), lamiyah (jika huruf rawinya lam), raiyah
(jika huruf rawinya ra’) dan seterusnya.
[3] Ta’sis
yaitu alif yang antara huruf Rawi dan huruf Alif tersebut terdapat satu huruf.
[4]Ridif (الردف), artinya mengikuti di belakangnya.
Menurut istilah adalah huruf mad (ا, و, ي
) yang ada sebelum huruf rawi. Seperti ridif alif (ا) berikut :
كفى
بالمرء عيبا أن تراه # له وجه وليس له لسان
Huruf rawi dari bait di atas adalah nun (ن ) dan huruf ridifnya adalah alif ( ا).
[6] Waśal (الوصل), artinya bersambung. Menurut istilah
adalah huruf-huruf layyinah yaitu ا, و, ي
yang timbul karena isyba’ (perpanjangan) nya harakat rawi sebelumnya , alif (ا) untuk rawi yang berharakat fathah, waw (و) untuk yang đammah, dan ya (ي) untuk yang kasrah. Atau harakat huruf ha
(هـ) yang ada di sekitarnya.
Referensi :
Hamid,
Mas’an. Ilmu ‘Arud dan Qawafi.
http://merrychoironi.wordpress.com.
‘Arud wal qawfy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar