MENGARANG DENGAN ILHAM

Melihat, mengalami, merasakan dan membaca.
Menjadi SASTRAWAN

Kamis, 07 Juni 2012

ILMU QAWAFI DAN MACAM-MACAMNYA



A.    Pengertian Ilmu Qawafi
Kata “Al-Qawafi”  (القوافى) menurut etimologi adalah berasal dari kata:
اَلْقِافِيَةُ جَمْعُهَا قَوَافٍ اَيْ وَرَاءَ الْعُنُقِ
Artinya: “Belakang leher atau tengkuk.”
Sedangkan menurut terminologi (istilah ahli Arudl):
اَلْقَافِيَةُ هِيَ مِنْ آخِرِ الْبَيْتِ اِلَى اَوَّلِ مُتَحَرِّكٍ قَبْلَ سَاكِنٍ بَيْنَهُمَا.
Qafiyah adalah kata terakhir pada bait syai’ir, yang dihitung mulai dari huruf yang terakhir pada bait sampai dengan huruf hidup sebelum huruf mati yang ada di antara kedua huruf hidup tersebut.
Hal ini dinamakan “Qafiyah” kerena mengikuti keadaan yang ada pada bait sebelumnya.
Contohnya seperti sya’ir:
وُقُوْفًا بِهَا صَحْبِى عَلَىَّ مَطِيُّهُمْ
        يَقُوْلُوْنَ لاَ تُهْلِكْ اَسًى وَتَحَمَّلِيْ
Jika diperhatikan maka qafiyah pada bait ini adalah kata   "تَحَمَّلِيْ"yakni mulai dari huruf Hak (ح)  sampai dengan huruf yak (ي)     pada kata tersebut dinamakan “Qafiyah.” Jadi bunyi li, li, lid an seterusnya, adalah akibat dari aturan Qafiyah. Sedangakan ilmu yang mempelajari tentang aturan kata pada akhir bait sya’ir Multazim[1], dinamakan “Ilmu Qawafi.”
Dalam memahami puisi arab tradisional, selain harus menguasai ilmu ‘Aruđ juga harus mendalami ilmu Qawafy. Ini sangat penting bagi para penyair atau sastrawan guna mempermudah mereka dalam menyusun aturan huruf dan harakat yang terdapat pada kata-kata di akhir bait. Di samping itu berguna untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam menentukan macam-macam qafiyah yang akan dipergunakan pada suatu qasidah. Selain itu bagi kita, yang bukan orang Arab dan tertarik dengan puisi arab bahkan ingin menciptakan bait puisi berbahasa Arab, ilmu qawafy (selain ilmu ‘Aruđ) ini sangat membantu.
Sama halnya dengan ilmu ‘aruđ, ilmu qawafy ini pertama kali dibukukan oleh al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi dengan nama ilmu Qawafy walaupun aturan-aturan qafiyah sudah ada sejak ‘Adi bin Rabi’ah al-Muhalhil.

B.     Macam-macam Qafiyah
Qafiyah pada suatu bait terdiri dari 9 (Sembilan) macam, yang 6 (enam) macam disebut “Qafiyah Muthlaqah” dan yang 3 (tiga) macam disebut “Qafiyah Muqayyadah”, sebagaimana terurai di bawah ini:
a)      Qafiyah Muthlaqah(قَافِيَةٌ مُطْلَقَةٌ) 
Suatu qafiyah dinamakan “Muthalaqah”, bilamana Rawinya[2] mutlak yakni suara huruf tersebut diucapkan dengan terang dan tidak  ditekan sedikit pun pada waktu mengucapkannya atau dengan kata lain bahwa huruf tersebut mutlak harus diucapkan.

Bentuk qafiyah ini ada enam macam, yaitu:
1)      Qafiyah Muthlaqah yang sunyi dari Ta’sis[3] dan Ridif[4] atau dari Mu’assasah dan Mardufah yang bersambung dengan huruf Layyinah[5] atau dengan huruf Ha’.
(مُطْلَقَةٌ مُجَرَّدَةٌ مَوْصُوْلَةٌ بِا للَّيْنِ اَوْ بِلْهَاءِ)

Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Khuwailid bin Murrah dalam bahar Thawil:
جَمِدْتُ اِلهِى بَعْدَ عُرْوَةِ اِذْنَجَا
                خِرَاشٌ وَبَعْضُ الشَّرِّ اَهْوَنُ مِنْ بَعْضِ(ي)
Maka kata  بَعْضِ” yang kedua adalah qafiyah Muthlaqah, karena huruf Dlad (ض)  nya hidup sunyi dari Ta’sis atau Ridif dan  bersambung dengan huruf Ya’ (ي) yang merupakan Isyba’nya huruf Dladl. Contoh lain yang bersambung dengan huruf  Ha’ () seperti sya’ir dalam bahar Rajaz:
اَلاَفَتىً لاَقَى اْلعُلاَ بِهَمِّهْ،
لَيْسَ اَبُوْهُ بِابْنِ عَمِّ اُمِّهْ
Maka kata اُمِّهْ adalah qafiyah Muthlaqah, karena huruf Mim (م) nya hidup dan sunyi dari ta’sis atau ridif dan bersambung dengan huruf Ha’ ()   nya mati.
2)   Qafiyah Mardufah yang bersambung dengan huruf Layyinah atau huruf Ha’.

(مَرْدُوْفَةٌ مَوْصُوْلَةٌ بِا للَّيْنِ اَوْ بِلْهَاءِ)
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Al-A’sya dalam bahar wafir:
اَلاَ قَالَتْ بُثَيْنَةُ اِذْ رَاَتْنِى،
وَقَدْ لاَ تَعْدِمُ الحَسْنَاءُ ذَامَا
Maka di dalam kata ذَامَا terdapat huruf Alif  (ا) sesudah Rawi berupa huruf Mim (). Adapun contohnya yang bersambung dengan huruf Ha’ adalah seperti sya’ir Lubed dalam bahar kamil:
عَفَتِ الدِّيَارُ مَحَلَّهَا فَمَقَامَهَا
Maka di dalam kata فَمَقَامَهَا terdapat huruf Ha () sesudah Rawi yang berupa huruf Mim (م).
3)   Qafiyah Mu’assasah yang bersambung dengan huruf Layyinah atau dengan huruf Ha’.
(مُؤَسَّسَةٌ مَوْصُوْلَةٌ بِا للَّيْنِ اَوْ بِلْهَاءِ)
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Nabighah Adz-Dzubyani dalam bahar Thawil:
كِلِيْنِى لِهَمٍّ يَا أُمَيْمَةَ نَاصِبِ،
        وَلَيِلٍ اُقَاسِيْهِ بَطِئِ الكَوَاكِبِ
Maka didalam kata كَوَاكِبٍ terdapat huruf alif    (ا)   dan washalnya[6] berupa huruf yak  كواكبى .Adapun contohnya yang bersambung dengan huruf H’ adalah seperti syi’ir Adi bin Zaid dalam bahar Munsarih:
فِي لَيْلَةٍ لاَ نَرَا بِهَا اَحَدًا،
يَحْكِىْ عَلَيْنَا اِلاَّ كَوَاكِبُهَا
Maka di dalam kata كَوَاكِبُهَا terdapat huruf alif  (ا) "كوا" dan washalnya berupa huruf ha’ (كِبُهَا)
B) Qafiyah Muqayyadah (قَافِيَةٌ مُقَيَّدَةٌ)
Suatu qafiyah dinamakan "muqayyadah" bilamana terikat dengan tanda sukun (huruf mati) ketika membunyikan suatu huruf tersebut.Bentuk qafiyah ini ada tiga macam yaitu:
1)      Qafiyah muqayyadah yang sunyi dari ta’sis dan ridi atau dari mu’assasah dan mardufah.(مُقَيَّدَةٌ مُجَرَّدَةٌ)
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Al-A’sya dalam bahar Mutaqarab:
اَتَهْجُرُ غَانِيَةٌ اَمْ تُلِمْ     اَمِ الْحَبْلُ وَاهٍ بِهَا مُنْجَذِم
Maka kata    مُنْجَذِمْ   adalah qafiyah muqayyadah mujarradah, karena huruf mim  (م)  nya mati dan sunyi dari ridif dan ta’sis
2)      Qafiyah muqayyadah yang terkena ridif  (مُقَيَّدَةٌ مَرْدُوْفَةٌ)
Contohnya seperti syi’ir
كُلُّ عَيْشٍ سَائِرٌ لِلزَّوَالْ
Maka kata لِلزَّوَالْ adalah qafiyah muqayyadah mardufah, karena terdapat huruf mad berupa alif  (ا)  sebelum rawi.
3)        Qafiyah muqayyadah yang terkena ta’sis     (مُقَيَّدَةٌ مُؤَسَّسَةٌ)
Contohnya seperti syi’ir huthai’ah dalam bait majzu’ kamil muraffal.
وَغَرَرْتَنِى وَزَعَمْتَ اَنَّكَ لاَبِنٌ فِي الصَّيْفِ تَامِرْ
Maka kata تَامِرْ  adalah qafiyah muqayyadah mu’assasah, karena terdapat huruf alif ta’sis didalamnya.
   


[1] sya’ir Arab Multazim adalah terdiri dari 2(dua) rukun, yaitu wazan dan qafiyah.
[2] Rawi (الروي), artinya pikiran. Menurut istilah adalah huruf yang dijadikan dasar dan pedoman di dalam qasidah. Para pakar menyebutkan bahwa 1 huruf śahih yang terakhir di dalam satu bait disebut huruf rawi. Kemudian huruf itu disamakan dengan bait-bait sesudahnya, sehingga ada qasidah mimiyah (jika huruf rawinya mim), lamiyah (jika huruf rawinya lam), raiyah (jika huruf rawinya ra’) dan seterusnya.

[3] Ta’sis yaitu alif yang antara huruf Rawi dan huruf Alif tersebut terdapat satu huruf.

[4]Ridif (الردف), artinya mengikuti di belakangnya. Menurut istilah adalah huruf mad (ا, و, ي ) yang ada sebelum huruf rawi. Seperti ridif alif (ا) berikut :
كفى بالمرء عيبا أن تراه       #             له وجه وليس له لسان
Huruf rawi dari bait di atas adalah nun (ن ) dan huruf ridifnya adalah alif ( ا).

[5]  huruf-huruf layyinah yaitu ا, و, ي 
[6] Waśal (الوصل), artinya bersambung. Menurut istilah adalah huruf-huruf layyinah yaitu ا, و, ي yang timbul karena isyba’ (perpanjangan) nya harakat rawi sebelumnya , alif (ا) untuk rawi yang berharakat fathah, waw (و) untuk yang đammah, dan ya (ي) untuk yang kasrah. Atau harakat huruf ha (هـ) yang ada di sekitarnya.





Referensi :
            Hamid, Mas’an. Ilmu ‘Arud dan Qawafi.
            http://merrychoironi.wordpress.com. ‘Arud wal qawfy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar