MENGARANG DENGAN ILHAM

Melihat, mengalami, merasakan dan membaca.
Menjadi SASTRAWAN

Jumat, 18 Mei 2012

CERPEN MELUKIS DI AWAN

Oleh : Methia Farina


Tak dapat kujangkau diatas sana, tanganku tak sampai memegang bola api yang besar itu. Hanya kemauan dan kegigihan yang membuatku bertahan dititik kelemahanku. Rasa putus asa hampir saja hinggap di benakku, langsung kuelakkan  pikiran yang menggoyahkanku.
“Karti…! Tolong Bantu ibu Nak…!”
 (Terdengar suara ibu dibalik pintu yang rapuh, serbuk-serbuk kayunya mulai habis)
Lamunan Karti buyar dari impiannya.
“Iya Bu…!”
 Kubuka pintu yang tampak reyot.
Hatiku iba melihat ibu pulang dari sawah menjunjung pelepah kelapa untuk dijadikan bahan bakar. Kehidupan kami sehari-hari hanya apa adanya, jika hari ini tidak ada beras, aku disuruh ibu untuk meminjam kepada kakek. Jarak antara rumah kami dengan rumah kakek tidak terlalu jauh cuma 1 km. Kami tidak pernah makan dengan makanan yang enak, jangankan makan sambal ayam, uang untuk beli cabe saja keluarga kami tidak mampu. Jika tidak ada sambal, hanya garamlah yang menemani kami makan.
Apakah cita-citaku pupus ditengah ekonomi keluargaku tidak memadai. Aku bisa sampai sekolah sekarang ini hanya berkat kemampuanku. Aku mendapat beasiswa sampai MAN sekarang ini.
Apakah aku bisa melukis tanpa kanvas. Kata orang, kamu tidak akan bisa melukis tanpa bahan pokoknya. Aku tersandarkan diri mengingat perkataan tetanggaku. Mungkin karena aku adalah hanya seorang anak tani, yang hanya menompang di sawah orang. Tapi aku bangga kepada ibu, meski ayah telah tiada, ibu tetap semangat, demi menghidupi aku anak semata wayangnya. Hampa pandanganku, melihat mata ibu yang memerah, terik cahaya matahari telah membakar bola matanya yang bening, aku ingin melindungi ibu, perihku di dalam hati.
Cita-cita yang begitu mulia, aku ingin menuntut ilmu ke Madinah, menggali ilmu, membuang jauh-jauh kebodohan. Madinah tempat kelahiran Nabi Muhammad saw. Aku masih ingat ketika ayah masih berada dipelupuk mataku, ayah sering bercerita tentang kehidupan Rasulullah saw. Aku terpana mendengar cerita ayah, Rasulullah telah menjadi yatim piatu ketika berusia 6 tahun, jika aku mengingat semua yang diceritakan ayah. Air mataku mengalir seperti derasnya air hujan yang turun. Aku juga merasakan seperti kehidupan Rasulullah, aku ditinggal oleh ayah disaat aku benar-benar membutuhkan sosok seorang ayah.
***

Walaupun aku tidak bisa melanjutkan studiku ke luar negeri, namun aku sangat bersyukur masih bisa merasakan dunia perkuliahan di IAIN Imam Bonjol Padang. Aku terus melacak situs tentang Universitas Islam Madinah (UIM) di internet, kutelusuri beasiswa disana, ternyata yang kuliah dan bisa dapat beasiswa hanya untuk ikhwan, yang untuk akhwat hanya di Ummul Qura Mekah dan Universitas al-Azhar di Mesir. Harapanku tak berhenti disini aku terus mencari informasi.
  Menulis adalah salah satu jalanku untuk mencari nafkah, selain itu menulis bagiku juga menyebarkan pencerahan. Awalnya aku tidak tertarik dengan dunia tulis menulis. Inspirasi dan keinginan muncul ketika seorang sahabat mengatakan aku berbakat untuk menulis. Sampai saat ini aku menulis diriku, menulis jalan hidupku, menulis alam dari hasil membaca alam, dan aku mencoba menulis mimpiku.
Tiada kakak tiada adik yang memberiku motivasi, sungguh berat kujalankan hidup ini dengan sendirinya. Kesendirian adalah anugerah yang diberikan Tuhan untukku. Aku tidak pernah berkeluh kesah dengan keadaanku. Aku selalu bersyukur terhadap apa yang aku punya. Dibalik kesabaranku Tuhan memberikanku seorang sahabat yang mendukungku untuk menulis, memberi inspirasi dan semangat. Aku tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk diberikan seorang sahabat, namun aku hanya berharap memiliki sahabat yang memberiku inspirasi untuk bangkit. Nama sahabat itu adalah Asyraf.
Semua telah di tempatkan Tuhan di tempatnya masing-masing, fikirku, mungkin inilah jalanku.
Nilaiku diperkuliahan tak pernah di bawah 3,5. Aku lulus dengan mendapatkan nilai comloud. Nilaiku cukup membuat hati ibuku senang. Halal dan baik adalah moto hidupku. Aku juga mahir dalam menerjemahkan Bahasa Arab, didukung dari jurusanku yaitu Pendidikan Bahasa Arab. Aku diminta  oleh salah satu badan  pemerintah untuk menerjemahkan Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia. Aku mengabdikan diri selalma 6 bulan di sana.
Aku merasa perih belum bisa melanjutkakn studiku ke Haramain, dua tempat yang selama ini aku impikan. Karena dua persyaratan belum bisa aku penuhi yaitu masalah finansial dan muhrimku. Begitulah ilmu itu sangat mahal sekali. Aku hampir putus asa, uang yang aku kumpulkan selama enam bulan belum cukup untuk ke sana.

***
Tit…tit…
Tit…tit…
(Bunyi klakson kendaraan pos)
Aku segera keluar dari kosku.
“ Assalamu’alaikum…maaf  pak tadi saya sedang memasak di dapur.”
“ Wa’alaikumussalam, tidak apa-apa Karti..”
“ Oh ya pak! Ada surat dari ibu ?”
“ Ibumu belum mengirimkan surat, ini ada dua buah surat untukmu.”
“ Mm…terima kasih Pak!”
“ Sama-sama Karti, bapak pergi dulu, Assalamu’alaikum.
“ Wa’alaikumussalam…”
Hmm surat dari siapa ya, perasaan aku tidak pernah mendapat dua buah surat bersamaan. Kubuka dulu, Bismillahirrahmaanirrahiim. Subhanallah, setelah ku baca surat itu, alhamdulillah ternyata aku mendapat sebuah tawaran pekerjaan dari pemerintah. Mereka memberiku tugas untuk menerjemahkan dan menulis ilmu di Ummul Qura. Ini adalah anugerah yang tidak terhingga untukku. Terima kasih Tuhan….
Apa ya isi surat yang kedua. Ku buka surat berwarna putih yang bersih itu, bismillahirrahmaanirrahiim….



Untuk sahabatku                                                                     11 Agustus 2010
Di Padang

Assalamu’alaikum wr, wb.
Maaf sebelumnya aku tidak mengabarimu selama empat tahun. Dan juga permintaan maaf dariku karena kedatangan surat ini datangnya tiba-tiba. Aku juga mohon maaf jika kata-kataku membuatmu terkejut.

Adanya cinta karena kuasa alam
Alam merombak dunia  menjadi penuh cinta
Benih-benih cinta ditaburkan melalui angin kasih sayang
Menari-nari dengan penuh smangat
Harapan adalah cinta
Harapan takkan pernah pudar
Harapan adalah sumber kekuatan
Dan karena harapan adalah jalan untuk merangkuh sesuatu
Kuatnya cinta karena adanya harapan

Tingginya gunung sulit  didaki
Tingginya cinta terhadap Sang Maha Cinta
Kasih sayang bertebaran di seluruh permukaan bumi
Berharap ada jalan sempurna untuk di tempuhkan

Kata-kata tak lepas dari cinta
Suatu sandaran dimana kita hilang arah
Disanalah cinta yang mendamaikan
Karena cinta penuh dengan harapan yang cerah

Jangan pernah berharap jika tak memilliki cinta
Harapan akan terwujud bagi yang memiliki cinta
Itulah dia kekuatan  cinta yang abadi
Yaitu cinta pada Sang Maha Cinta.
Aku berharap karti bisa memahaminya. Aku hendak melamarmu.

Wasalam

Asyraf Nashrul Haq

Subhanallah,,,rezki datang dengan sendirinya setelah kita berusaha. Setiap jalan pasti ada tempat pemberhentiannya, aku akan berhenti dimana titik-titik jalan telah kutemukan. Terima kasih ya Allah Engkau mengirimkan malaikatmu untuk melebarkan sayapnyanya untukku. Aku masih ingat nasehat Asyraf kepadaku “ Allah pasti mengabulkan segala permintaan kita, Cuma waktu untuk terwujudnya doa itu ditangguhkan Allah, sampai kesabaran kita diuji dalam meniti kehidupan, mengikat ilmu dengan api yang kita nyalakan.”
Aku tahu betul, sifat Asyraf yang suka memberi kejutan. Tapi yang tidak aku pahami darinya, sikapnya yang selalu ramah dan tak pernah marah jika aku sering buat ulah. Asyraf selalu tersenyum. Mungkin ini adalah arti senyuman yang penuh makna itu.
Tanpa ku sadari mataku berkaca-kaca, mata dan hati yang penuh bersyukur dan bahagia. Aku tak lepas dari kata-kata bersyukur kepada Sang Maha Cinta. Akhirnya cita dan cintaku terwujud.*** Padang (Terbit di Antologi Tabloid Qalam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar