MENGARANG DENGAN ILHAM

Melihat, mengalami, merasakan dan membaca.
Menjadi SASTRAWAN

Selasa, 15 Mei 2012

Perkembangan Bahasa Indonesia


1.1      Hubungan Kekerabatan Bahasa Indonesia
Sampai sekarang ini ahli-ahli kebahasaan belum memperoleh kepastian hubungan kekerabatan antara subrumpun bahasa Austronesia Barat dan Autronesia Timur. Sebelum kita memasuki apa itu hubungan kekerabatan Bahasa Indonesia, kita harus mengetahui apa arti dari Austronesia. Kata Austronesia berasal dari gabungan kata austro yang berarti selatan dan nesia atau nesos yang berarti pulau-pulau atau kepulauan. Para ahli ada yang mengatakan bahwa hubungan antara keduanya sangat erat karena berasal dari keluarga yang sama, tetapi sementara ahli yang lainnya mengatakan bahwa antara keduanya tidak memiliki hubungan  yang berarti karena berasal dari keluarga bahasa yang berbeda. Ahli-ahli kebahasaan yang meyakini pendapat kedua mengemukakan bahwa kalaupun keduanya memliki beberapa persamaan, misalnya persamaan beberapa bentuk kata, hall itu terjadi karena secara kebetulan (by chance) karena kedekatan letak geografis.
Adapun para ahli yang menganut pendapat pertama yaitu A.Reland dalam bukunya “De Linguis Insularum Orientalium” (Mengenai Bahasa-Bahasa Kepulaua Timur) dan Johan Reinhold Foster dalam bukunya “Voyage Round the World” yang mengatakan bahwa bahasa Melayu (Nusantara) dan bahasa polinesia (Austronesia Timur) merupakan bahasa-bahasa sekerabat. Demikian juga William Marseden dalam bukunya “On the Polynesian or East insular Languages” (1843) yang juga mengatakan hal serupa.
Pendapat pertama ini ditentang oleh Jhon Crawfurd (1848) dalam bukunya “On the Malayan and Polynesian Languages and Races” yang mengemukakan bahwa bahasa Indonesia tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan bahasa Polynesia atau Austronesia timur. Kemudian angapada akhirnya pertentangan kedua pendapat tersebut reda setelah diterbitkan buku “Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara” oleh Dr. Slamet Mulyana (1964) yang mengatakan bahwa hakekatnya kedua subrumpun tersebut berasaldari keluarga yang sama tetapi masing-masing dipengaruhi oleh bahasa-bahasa di Asia, seperti di yunan dan Asam.

1.2     Sumber Tradisi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu kuno, bersumber dari tradisi bahasa tulis, yaitu berasal dari bahasa kesusasteraan Melayu kuno. Contoh bahasa Melayu kuno dapat disaksikan pada prasasti-prasasti zaman Sriwijaya abad ke 7 yang ditemukan di Palembang, Jambi dan pulau Bangka.
Dilihat dari Sumber tradisi yaitu asal-usul tumbuh dan berkembanganya suatu bahasa sehinggamenjadi bahasa yang resmi dipakai pada suatu daerah berdasarkan dua sifat yaitu:
1)      Sifat pertama berasal dari bahasa lisan.
2)      Sifat kedua adalah bahasa yang berasal dari tradisi bahasa yang tertulis.

1.3      Perkembangan Bahasa Melayu Pasar menjadi Bahasa Indonesia
Pada dasarnya Bahasa Melayu sudah digunakan secara luas sebagai alat perhubungan dan semakin dikenal dengan diterbitkan surat-surart kabar berbahasa Melayu. Bahasa Melayu ini juga ditunjang dengan adanya situasi Pergerakkan Nasioanal yang membuat bahasa Melayu subur karena penerbitan surat kabar. Melihat perkembangan tersebut pemerintah Hindia Belanda membentuk “Commisie voor Volkslectuur” atau komosi bacaan rakyat dengan tujuan utamanya adalah mengarahkan perkembangan bahasa, sastra dan pikiran bangsa Indonesia sesuai dengan keinginan kepemerintahannya.
Dalam perkembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional tidak mendapat pengakuan dari pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan Hindia Belanda tetap menyebutkan bahwa bahasa Nasional Indonesia yaitu bahasa Melayu. Pada masa pendudukkan Jepang yang dulunya menggunakan bahasa Belanda diganti dengan bahasa Indonesia. Masa inilah bahasa Indonesia mampu berkembang dengan pesat sebagai bahasa Nasional atau bahasa kenegaraan.

1.4      Perkembangan Tata Ejaan dalam Bahasa Indonesia
Di Indonesia menggunakan emapat macam ejaan sebagai sebagai sistem otografisnya. Otografi berasal dari kata Latin “Orto” aturan, dan graphein atau graph yang artinya tullisan. Jadi Otografi dalam bahasa Indonesia meliputi tata atau sistem ejaan dan tata atau sistem peristilahan.
Adapun sistem ejaan yang pernah dan yang sedang dipakai secara resmi tersebut adalah:
1)      Ejaan Van Ophuysen, berlaku dari tahun 1901-1947,
Pada masa pemerintahan kolonialisme Hindia Belanda, bahwa Melayu merupakan bahasa resmi kedua. Adapun ciri-ciri ejaan ini adalah:
a)      Digunakannya tanda trema (koma ain, koma terbalik seperti pada kata adil
b)      Digunakannya tanda apostrof (koma wasla), seperti pada kata so’al
c)      Digunakannya tanda titik (..) sesuai dengan ejaan bahasa Belanda seperti pada kata masalah, mulai
d)     Digunakannaya dua konsonan tj, dj, dan nj serta dua Vokal oe

2)      Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik, berlaku dar tahun 1947-1972,
Ejaan Soewandi dapat dipandang sebagai usaha menyederhanakan  Ejaan Van Ophuysen, yakni mengadakan perubahan keci disana-sini berdasarkan pertimbangan praktis. Maka diresmikanlah bahasa tersebut dengan Surat Keputusan Menteri pengajaran.

3)      Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, berlaku dari tahun 1972-1975,

4)      Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, berlaku dari tahun 1975 hingga sekarang.

Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan dimatangkan dengaan dikeluarkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” serta buku “Pedoman umum Pembentukan Tata Istilah” pada tahun 1975 oleh Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sistem Otografi inilah yang sekarang kita pedomani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar