Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut
diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara
penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya,
Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam,
negara Indonesia (penduduknya mayorita atau sekitar 90% beragama Islam), Burma
(sebagian kecil penduduknya beragama Islam),Republik Filipina, Kerajaan
Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura*
A.
Penyebaran Islam di Asia
Tenggara dan Indonesia
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara,
khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan
negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan
pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia
sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan
berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907),
kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang
Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan sampai ke negeri China.
Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah
datang empat orang Muslim dari jazirah Arabia.
Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua
menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim
pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi
Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di
Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi). Karena itu,
sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di
negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW
sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan
ke negeri China
baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus melakukan penyebaran
Islam.
Ada beberapa pendapat
dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
- Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
- Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.
- Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.
- Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai
berdirinya kerajaankerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
- Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina;
- Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;
- Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam*
B.
Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui
kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di
Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam
masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga
Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia
Tenggara.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke
Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
- Saluran perdagangan
- Saluran perkawinan
- Saluran Tasawuf
- Saluran prendidikan
- Saluran kesenian
- Saluran politik
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya
agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu
memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
- Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa lokal yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir.
- Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman.
- Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar*
C.
Masa Raja-Raja lslam di Asia Tenggara
Agama Islam yang semakin berkembang, mampu mendirikan
kerajaan Islam di Samudera pasai pada tahun 1292 M di bawah seorang raja
al-Malikus Saleh. Kerajaan Islam Samudera Pasai ada pengaruh dari kekerajaan
Mamalik di Mesir atau setidaktidaknya ada hubungan erat antara keduanya.
Persamaan nama dan gelar yang dipakai tidak jauh berbeda dengan gelar yang
dipakai di Masir. Gelar al-Malikus Saleh dan al-Malikusz Zahir, raja pertama
dan kedua Pasai, sama dengan gelar yang dipakai oleh raja mamalik Mesir.
Kerajaan Pasai mengalami perkembangan pesat di masa
pemerintahan al-Malikuz Zahir II tahun 1326-1348 M. Al-Malikuz Zahir mendalami
ilmu agama. Ia banyak melakukan kegiatan-kegiatan untuk memajukan agama. Ibnu
Batutah, sorang ahli Bumi Muslim, pernah melawat ke Pasai tahun 764 H/1345 M
memberi kesan bahwa Pasai saat itu sudah maju, baik dibidang agama maupun
tatanan sosial. Pasai sebagai pusat kegiatan ilmu agama yang bermazhab Safi’i
dan merupakan kota
bandar besar untuk singgah kapalkapal negara lain.
Di Jawa, agama Islam mengalami perkembangan pesat di
masa kemunduran kerajaan Majapahit. Penyebarannya dilakukan oleh para wali yang
tergabung dalam anggota wali sembilan, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, S. Bonang, S. Giri, S. Drajat, S. Kalijaga, S. Kudus, S. Muria dan S.
Gunung Jati. Wali sembilan berdakwah kepada rakyat sesuai dengan bakat dan
keahlian yang mereka miliki. Selain kerajaan Islam samudera Pasai, di Sumatera
juga berdiri kerajaan Islam Aceh. Ketika kerajaan Malaka pada masa pemerintahan
Mahmud syah dipukul Portugis, Raja Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat
Syah berhasil menyatukan seluruh daerah Aceh tahun 1507.
Di Jawa berdiri kerajaan-kerajaan Islam, yakni
kerajaan Demak (kurang lebih 15001550), Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Pajang
(1546-1580) dan Kerajaan Cirebon. Di Kalimantan, tumbuh pula kerajaan Islam,
seperti kerajaan Islam Banjar, Kerajaan Islam Sukadana, Kerajaan Islam Brunai.
Sedangkan Kerajaan Islam di Sulawesi adalah Kerajaan Islam Bugis (Bone),
Kerajaan Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan Islam di Maluku dan Nusa Tenggara adalah
Kerajaan Ternate, Tidore dan Kerajaan Islam Nusa Tenggara.
D.
Negara-Negara Islam di Asia Tenggara
1.
Islam di Malaysia
a.
Perkembangan Keagamaan dan
Peradaban di Malaysia
Islam merupakan agama resmi negara federasi Malaysia.
Hampir 50% dari 13 juta penduduknya adalah Muslim dan sebagian besar
diantaranya adalah orang melayu yang tinggal di Semenanjung Malaysia. Adapun sisanya terdiri
dari kelompok-kelompok etnik yang minoritas yakni diantaranya Cina yang terdiri
sekitar 38% dari penduduk Malaysia
dan yang lainnya India
dan Arab*
Perkembangan Islam di Malaysia telah membawa
peradaban-peradaban baru yang diakui Dunia Islam. Sampai saat ini Muslim
Malaysia dikenal sebagai Muslim yang taat ibadahnya, kuat memegang hukum Islam
dan juga kehidupan beragamanya yang damai serta mencerminkan keIslaman agamanya
baik di perkampungan maupun dalam pemerintahan. Peranan seorang ulama di sana sangat penting baik
dalam segi dakwah dan dalam pengelolaan sekolah-sekolah.
b.
Pemerintahan di Malaysia
1)
Dalam Kehidupan Kampung
2)
Dalam kehidupan negara
2.
Islam di Muangthai
a.
Latar Belakang Muangthai
Di Muangthai terdapat sekitar 2,2 juta kaum muslimin
atau 4 % dari penduduk umumnya. Muangthai dibagi menjadi 4 propinsi, yang paling
banyak menganut Islam yaitu di propinsi bagian selatan tepatnya di kota Satun, Narathiwat,
Patani dan Yala. Pekerjaan kaum muslimin Muangthai cukup beragam, namun yang
paling dominan adalah petani, pedagang kecil, buruh pabrik, dan pegawai
pemerintahan. Agama Islam di Muangthai merupakan minoritas yang paling kuat di
daerah Patani pada awal abad ke-17 pernah menjadi salah satu pusat penyebaran
Islam di Asia Tenggara dan menghasilkan ulama besar seperti Daud bin Abdillah
bin Idris al-Fatani.
Di Semenanjung Malaya, Islam mula-mula meyakinkan
penguasa setempat di kota Malaka yang tadinya
berada di bawah kekuasaan raja Siam
yang beragama Budha. Sekian abad sebelumnya telah datang agama Hindu dan Budha,
beliau membangun sebuah peradaban dengan bukti meninggalkan berkas-berkasnya
pada rakyat. Menurut Geertz ketika Islam tiba pengaruhnya hanya terbatas pada
masyarakat ras melayu, sebelum Islam dapat meluas lebih dalam di daratan Asia dibendung oleh kolonialisme yang sebagai kekuatan
baru menyebar luas di seluruh kawasan.
b.
Masyarakat
Masyarakat Melayu sangat terisolasi dari masyarakat
Muangthai pada umumnya dan karakteristik sosial budayanya cenderung untuk
mengisolasikan.
c.
Perkembangan Keagamaan dan
Peradaban di Muangthai
Islam di Muangthai adalah agama minoritas hanya 4 %,
selain itu masyarakat Muangthai menganut agama Budha dan Hindu. Orang Melayu
Muslim merupakan golongan minoritas terbesar ke-dua di Muangthai, sesudah
golongan Cina. Mereka tergolong Muslim Sunni dari madzab Syafi’I yang merupakan
madzab paling besar dikalangan umat Islam di Muangthai.
Masyarakat Muslim di Muangthai sebagian besar berlatar
belakang pedesaan. Dan perkembangan Islam di Muangthai telah banyak membawa
peradaban-peradaban, misalnya :
1)
Di Bangkok terdaftar sekitar 2000 bangunan
masjid yang sangat megah dan indah.
2)
Golongan Tradisional dan golongan
ortodoks telah menerbitkan majalah Islam “Rabittah”.
3)
Golongam modernis berhasil
menerbitkan jurnal “Al Jihad”.
3.
Islam di Philipina
Philipina tanggal 4 Juli 1946, Masyarakat Moro tetap
melanjutkan perjuangannyabagi kemerdekaan Moro. Pemerintahan Philipina yang
baru tetap melanjutkan kebijakan masa kolonial yakni melakukan
tindakan-tindakan reprersif kepada gerakan separatis Moro. Pemindahan
masyarakat katolik Philipina ke wilayah Mindanao
–yang mayoritas beragama.
Islam-terus dilakukan. Menjelang tahun 1960, tingginya
para pemukim baru yang berasal dari Philipina Utara dan Tengah membuat Moro
menjadi Minoritas di wilayah tinggalnya sendiri. Pemerintahan Philipina, seperti
halnya pemerintah kolonial Amerika, juga mengeluarkan sejumlah uindang-undang
yang mensyahkan pengambilan tanah yang secara turun-temurun dimiliki penduduk
Muslim Moro guna pembangunan proyek perkebunan dan pemukiman. Kondisi
perekonomian yang semakin menurun dikalangan penduduk Muslim Moro ditambah lagi
derngan kasus pembunuhan di Jabaidah telah memicu lahirnya gerakan Mindanao
Merdeka MIM (Mindanai Independence Movement) di tahun 1968, tapi gerakan ini
dapat diatasi oleh pemerintah Philipina dengan menberi posisi yang strategis
kepada tokoh-tokoh MIM. Hal ini menimbulkan kekecewaan pada kaderkader muda
dibawah pimpinan Nur Misuari. Kader muda itu membentuk Front
Pembebasan Nasional Moro (MNLF-Moro National
Liberation Front), sebuah organisasi yang dikenal sangan militan. Pemecahan
yang paling jitu atas problem bangsa Moro adalah kemerdekaan penuh lepas dari
Philipina dan berdirinya nergara Islam Moro*
4.
Islam di Nusantara
Sejumlah ahli mengajukan teori bahwa sumber Islam di
kepulauan Melayu-Indonesia adalah anak benua India
selain Arab dan Persia.
Orang pertama yang menggunakan teori ini adalah Pijnappel yang berkebangsaan
Belanda dari universitas Leiden.
Dia mengaitkan asa-usul Islam di Nusantara ke kawasan Gujarat
dan Malabar dengan alas an bahwa orang-orang Arab bermadzhab Syaf’I bermigrasi
dan menetap di daerah-daerah tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara.
Ilmuwan Belanda lainnya, Muquette, menyimpulkan bahwa asal-usul Islam di
Nusantara adalah Gujarat di pesisir selatan India. Dia mendasrkan kesimpulannya
setelah mempertimbangkan gaya
batu nisan yang ditemukan di Pasai, Sumatera Utara, khususnya yang bertanggal
17 Dzuhijjah 831 H / 27 September 1428 M, yang identik dengan batu nisan yang
ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (1419 M) di Gresik, Jawa timur. Dia
menyatakan lebih lanjut bahwa corak batu nisan yang ada di Pasai dan Gresik
sama dengan yang ditemukan di Cambay, Gujarat.
Dia berspekulasi bahwa dari penemuanpenemuan itu, batu nisan Gujarat
tidak hanya di produksi untuk pasar lokal, tetapi juga untuk pasar luar negeri
termasuk Sematera dan Jawa. Oleh karena itu, berdasarkan logika linier,
Moquette menyimpulkan bahwa karena mengambil batu nisan dari Gujarat,
orang-orang Melayu-Indonesia juga mengambil Islam dari wilayah tersebut.
Dengan logika linier yang lemah itu tidak heran kalau
kesimpulan Muquette ditentang oleh Fatimi yang berpendapat bahwa salah jika
mengaitkan seluruh batu nisan yang ada di pasai, termasuk batu nisan Malik
al-Shalih, dengan Cambay. Menurut penelitiannya sendiri, gaya
batu nisan Malik al-Shalih sangat berbeda dengan corak batu nisan Gujarat dan prototype Indonesianya. Fatimi berpendapat
bahwa pada kenyataannya bentuk batu nisan itu sama dengan yang ada di Bengal. Oleh karena itu, sama dengan logika linier
Moquette, Fatimi ironisnya menyimpulkan bahwa semua batu nisan itu pasti
diimpor dari Bengl. Ini menjadi alas an utamanya untuk menyimpulkan lebih
lanjut bahwa asal-asul Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia adalah daerah Bengal
(kini, Bangladesh).
Agaknya teori Fatimi sangat terlambat untuk menolak
teori Moquette karena ada sejumlah pakar lain yang telah mengambil alih
kesimpulan Moquette. Yang menonjol diantara mereka adalah Kern, Bousquet,
Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall. Namun, sebagian diantara mereka memberikan
tambahan argumentasi untuk mendukung Moquette. Ahli sastra Melayu, William
Winstedt, misalnya menunjukkan batu nisan yang sama di Bruas, tempat sebuah
kerajaan melayu Kuno di Perlak, Semenanjung Malaya. Dia menyatakan bahwa semua
batu nisan di Barus, Pasai dan Gresik diimpor dari Gujarat, maka Islam pasti
pula dibawa dari sana.
Dia juga menulis bahwa sejarah melayu mencatat danya kebiasaan lama di daerah
Melayu tertentu untuk mengimpor batu nisan dari India. Sosiolog asal Belanda,
Schrieke, mendukung teori itu dengan menekankan peranan penting yang dimainkan
oleh para pedagang Muslim Gujarat dalam perdagangan di Nusantara dan sumbangan
mereka terhadap penyebaran Islam.
Namun, sebagian ahli lain memandang teori yang
menyatakan asal-usul Islam di Nusantara adalah Gujarat
tidak terlampau kuat. Marison, misalnya berpendapat bahwa beberapa batu nisan
di bagian tertentu Nusantara mungkin berasal dari Gujarat, tetapi tidak selalu
berarti bahwa Islam juga dibawa dari sana
ke kawasan ini. Marison membantah teori tersebut dengan menunjukkan kenyataan
bahwa selama masa Islamisasi Samudera Pasai, yang penguasa Muslim pertamanya
meninggal pada 698 H / 1298 M, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu yang
menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang-orang Muslim. Baru pada tahun 699 H
/ 1298 M wilayah Cambay dikuasai oleh kaum Muslim. Jika Gujarat merupakan pusat
para juru dakwah Islam dalam melakukan perjalanan menju kepulauan
Melayu-Indonesia, maka Islam pasti telah tegak dan tumbuh subur di Gujarat sebelum kematian Malik al-Shalih, persisnya,
sebelum 698 H / 1297 M.
Morrison lebih jauh mencatat, bahwa meskipun kaum
Muslim menyerang Gujarat beberapa kali pada 415 H / 1024 M, 574 H / 1178 M dan
695 H / 1197 M, para raja Hindu mampu mempertahankan kekuasaan disana sampai
698 H / 1297 M. Kesimpulannya, Morison mengemukakan teorinya bahwa Islam di
perkenalkan di kepulauan Melayu-Indonesia oleh para juru dakwah Muslim dari
Coromandel pada akhir abad ke-13.
Penting dicatat bahwa menurut Arnold, Coromandel dan Malabar bukan
satu-satunya tempat asal kedatangan Islam, melainkan juga dari wilayah Arab.
Dalam pandangannya, padagang Arab juga membawa Islam ketika mereka menguasai
perdagangan Barat-Timur semenjak awal abad ke-7 dan ke-8. Meskipun tidak ada catatan
sejarah ihwal penyebaran Islam oleh mereka, adalah patut diduga bahwa dalam
satu hal atau lainnya mereka terlibat dalam penyebaran Islam kepada kaum
pribumi. Argemen ini tampaknya lebih masuk akal jika orang mempertimbangkan,
misalnya, fakta yang disebutrkan sebuah sumber di Cina pemukiman Arab Muslim di
pesisir Barat Sumatera. Beberapa orang Arab ini melakukan kawin campur dengan
penduduk pribumi sehingga kemudian membentuk nucleus sebuah komunitas Muslim
yang para anggotanya, ungkap Arnold
telah memeluk Islam.
Menurut Hikayat raja-raja Pasai yang ditulis setelah
1350 (Hill, 1960:58-60), seseorang bernama Syaikh Ismail datang dengan perahu
dari Makkah lewat Malabar menuju Pasai, tempat dia menonversi Merah silau,
penguasa daerah tersebut ke dalam Islam. Merah Silau kemudian menggunakan gelar
Malik al-Shaleh, meninggal Dunia 1297 M. Kira-kira satu abad kemudian, sekitar
1414 M, menurut sejarah Melayu (yang dikompilasi setelah 1500), penguasa Malaka
juga diislamkan oleh Sayyid Abd Al-Aziz, seorang Arab berasal dari Jeddah. Sang
penguasa, Parameswara menggunakan nama dan gelar Sultan Muhammad Syah tidak
lama setelah masuk Islam (Djajadining, 1982:12).
Ada
empat hal utama yang ingin disampaikan historiografi tradisional lokal semacam
ini. Pertama, Islam di Nusantara di bawa langsung dari tanah Arab. Kedua, Islam
diperkenalkan oleh para guru atau Juru Dakwah ‘profesional”. Ketiga,
orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah para penguasa. Keempat,
sebagian besar para juru dakwah “professional” datang di Nusantara pada abad
ke-12 dan ke-13. Orang-orang Muslim dari luar memang telah ada di Nusantara
sejak abad pertama Hijriah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Arnorld dan
ditegaskan oleh kalangan ahli Melayu-Indonesia, tetapi jelas bahwa hanya
setelah abad ke-12 pengaruh Islam dikepulauan Melayu menjadi lebih dan kuat.
Oleh karena itu, Islamisasi tampaknya baru mengalami percepatan khususnya
selama abad ke-12 sampai abad ke-16.
5.
Islam di Kampuchea
Kampuchea
pernah mengalami suatu kejadian yang mengguncang panggung sejarah umat islam,
baik menyangkut politik maupun ekonomoi. Dominasi kaum muslim dalam perdagangan
dan upaya penyiaran agama islam yang amat gentar di lakukan di daerah ini
membantu menfalitasi naiknya pamor kelompok muslim di kampuchea, peranan dan pengaruh kaum musliam
lebih besar karena beberapa abad sebelumnya di champa yang kemudian bergabung
dengan kerjaan Kampuchea
pernah terdapat kesultanan muslim.
E.
Pertumbuhan Lembaga-lembaga Sosial dan Politik
Islam berkaitan erat dengan negara di Asia Tenggara,
bahkan lslam dapat di katakan sebagai kekuatan sosial-politik yang patut di
perhitungkan di Asia Tenggara. Islam merupakan agama Federasi Malaysia, agama
resmi kerajaan Brunei Darussalam, agama yang dianut oleh sekitar 90% dari
seluruh penduduk lndonesia, kepercayaan yang di peluk oleh sekelompok kaum
minoritas di Burma, Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan
Republik Singapura. Dengan kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan yang
mempunyai penduduk Muslim terbesar.
F.
Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah
di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya
muncul sebagai dasar kebudayaan. Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan
dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa
persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum
bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al-Qur’an dan memahami asas-asas Islam
secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan
di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar