MENGARANG DENGAN ILHAM

Melihat, mengalami, merasakan dan membaca.
Menjadi SASTRAWAN

Selasa, 15 Mei 2012

ISLAM DI ASIA TENGGARA


Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayorita atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam),Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura*
A.    Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah datang empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi). Karena itu, sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus melakukan penyebaran Islam.
Ada beberapa pendapat dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
  1. Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
  2. Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.
  3. Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.
  4. Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera.

Sedangkan perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaankerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
  1. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina;
  2. Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;
  3. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam*

B.     Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
  1. Saluran perdagangan
  2. Saluran perkawinan
  3. Saluran Tasawuf
  4. Saluran prendidikan
  5. Saluran kesenian
  6. Saluran politik
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
  1. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa lokal yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir.
  2. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman.
  3. Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar*

C.    Masa Raja-Raja lslam di Asia Tenggara
Agama Islam yang semakin berkembang, mampu mendirikan kerajaan Islam di Samudera pasai pada tahun 1292 M di bawah seorang raja al-Malikus Saleh. Kerajaan Islam Samudera Pasai ada pengaruh dari kekerajaan Mamalik di Mesir atau setidaktidaknya ada hubungan erat antara keduanya. Persamaan nama dan gelar yang dipakai tidak jauh berbeda dengan gelar yang dipakai di Masir. Gelar al-Malikus Saleh dan al-Malikusz Zahir, raja pertama dan kedua Pasai, sama dengan gelar yang dipakai oleh raja mamalik Mesir.
Kerajaan Pasai mengalami perkembangan pesat di masa pemerintahan al-Malikuz Zahir II tahun 1326-1348 M. Al-Malikuz Zahir mendalami ilmu agama. Ia banyak melakukan kegiatan-kegiatan untuk memajukan agama. Ibnu Batutah, sorang ahli Bumi Muslim, pernah melawat ke Pasai tahun 764 H/1345 M memberi kesan bahwa Pasai saat itu sudah maju, baik dibidang agama maupun tatanan sosial. Pasai sebagai pusat kegiatan ilmu agama yang bermazhab Safi’i dan merupakan kota bandar besar untuk singgah kapalkapal negara lain.           
Di Jawa, agama Islam mengalami perkembangan pesat di masa kemunduran kerajaan Majapahit. Penyebarannya dilakukan oleh para wali yang tergabung dalam anggota wali sembilan, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, S. Bonang, S. Giri, S. Drajat, S. Kalijaga, S. Kudus, S. Muria dan S. Gunung Jati. Wali sembilan berdakwah kepada rakyat sesuai dengan bakat dan keahlian yang mereka miliki. Selain kerajaan Islam samudera Pasai, di Sumatera juga berdiri kerajaan Islam Aceh. Ketika kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Mahmud syah dipukul Portugis, Raja Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menyatukan seluruh daerah Aceh tahun 1507.
Di Jawa berdiri kerajaan-kerajaan Islam, yakni kerajaan Demak (kurang lebih 15001550), Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Pajang (1546-1580) dan Kerajaan Cirebon. Di Kalimantan, tumbuh pula kerajaan Islam, seperti kerajaan Islam Banjar, Kerajaan Islam Sukadana, Kerajaan Islam Brunai. Sedangkan Kerajaan Islam di Sulawesi adalah Kerajaan Islam Bugis (Bone), Kerajaan Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan Islam di Maluku dan Nusa Tenggara adalah Kerajaan Ternate, Tidore dan Kerajaan Islam Nusa Tenggara.

D.    Negara-Negara Islam di Asia Tenggara
1.      Islam di Malaysia
a.       Perkembangan Keagamaan dan Peradaban di Malaysia
Islam merupakan agama resmi negara federasi Malaysia. Hampir 50% dari 13 juta penduduknya adalah Muslim dan sebagian besar diantaranya adalah orang melayu yang tinggal di Semenanjung Malaysia. Adapun sisanya terdiri dari kelompok-kelompok etnik yang minoritas yakni diantaranya Cina yang terdiri sekitar 38% dari penduduk Malaysia dan yang lainnya India dan Arab*
Perkembangan Islam di Malaysia telah membawa peradaban-peradaban baru yang diakui Dunia Islam. Sampai saat ini Muslim Malaysia dikenal sebagai Muslim yang taat ibadahnya, kuat memegang hukum Islam dan juga kehidupan beragamanya yang damai serta mencerminkan keIslaman agamanya baik di perkampungan maupun dalam pemerintahan. Peranan seorang ulama di sana sangat penting baik dalam segi dakwah dan dalam pengelolaan sekolah-sekolah.
b.      Pemerintahan di Malaysia
1)      Dalam Kehidupan Kampung
2)      Dalam kehidupan negara

2.      Islam di Muangthai
a.       Latar Belakang Muangthai
Di Muangthai terdapat sekitar 2,2 juta kaum muslimin atau 4 % dari penduduk umumnya. Muangthai dibagi menjadi 4 propinsi, yang paling banyak menganut Islam yaitu di propinsi bagian selatan tepatnya di kota Satun, Narathiwat, Patani dan Yala. Pekerjaan kaum muslimin Muangthai cukup beragam, namun yang paling dominan adalah petani, pedagang kecil, buruh pabrik, dan pegawai pemerintahan. Agama Islam di Muangthai merupakan minoritas yang paling kuat di daerah Patani pada awal abad ke-17 pernah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara dan menghasilkan ulama besar seperti Daud bin Abdillah bin Idris al-Fatani.
Di Semenanjung Malaya, Islam mula-mula meyakinkan penguasa setempat di kota Malaka yang tadinya berada di bawah kekuasaan raja Siam yang beragama Budha. Sekian abad sebelumnya telah datang agama Hindu dan Budha, beliau membangun sebuah peradaban dengan bukti meninggalkan berkas-berkasnya pada rakyat. Menurut Geertz ketika Islam tiba pengaruhnya hanya terbatas pada masyarakat ras melayu, sebelum Islam dapat meluas lebih dalam di daratan Asia dibendung oleh kolonialisme yang sebagai kekuatan baru menyebar luas di seluruh kawasan.
b.      Masyarakat
Masyarakat Melayu sangat terisolasi dari masyarakat Muangthai pada umumnya dan karakteristik sosial budayanya cenderung untuk mengisolasikan.
c.       Perkembangan Keagamaan dan Peradaban di Muangthai
Islam di Muangthai adalah agama minoritas hanya 4 %, selain itu masyarakat Muangthai menganut agama Budha dan Hindu. Orang Melayu Muslim merupakan golongan minoritas terbesar ke-dua di Muangthai, sesudah golongan Cina. Mereka tergolong Muslim Sunni dari madzab Syafi’I yang merupakan madzab paling besar dikalangan umat Islam di Muangthai.            
Masyarakat Muslim di Muangthai sebagian besar berlatar belakang pedesaan. Dan perkembangan Islam di Muangthai telah banyak membawa peradaban-peradaban, misalnya :
1)      Di Bangkok terdaftar sekitar 2000 bangunan masjid yang sangat megah dan indah.
2)      Golongan Tradisional dan golongan ortodoks telah menerbitkan majalah Islam “Rabittah”.
3)      Golongam modernis berhasil menerbitkan jurnal “Al Jihad”.

3.      Islam di Philipina
Philipina tanggal 4 Juli 1946, Masyarakat Moro tetap melanjutkan perjuangannyabagi kemerdekaan Moro. Pemerintahan Philipina yang baru tetap melanjutkan kebijakan masa kolonial yakni melakukan tindakan-tindakan reprersif kepada gerakan separatis Moro. Pemindahan masyarakat katolik Philipina ke wilayah Mindanao –yang mayoritas beragama.       
Islam-terus dilakukan. Menjelang tahun 1960, tingginya para pemukim baru yang berasal dari Philipina Utara dan Tengah membuat Moro menjadi Minoritas di wilayah tinggalnya sendiri. Pemerintahan Philipina, seperti halnya pemerintah kolonial Amerika, juga mengeluarkan sejumlah uindang-undang yang mensyahkan pengambilan tanah yang secara turun-temurun dimiliki penduduk Muslim Moro guna pembangunan proyek perkebunan dan pemukiman. Kondisi perekonomian yang semakin menurun dikalangan penduduk Muslim Moro ditambah lagi derngan kasus pembunuhan di Jabaidah telah memicu lahirnya gerakan Mindanao Merdeka MIM (Mindanai Independence Movement) di tahun 1968, tapi gerakan ini dapat diatasi oleh pemerintah Philipina dengan menberi posisi yang strategis kepada tokoh-tokoh MIM. Hal ini menimbulkan kekecewaan pada kaderkader muda dibawah pimpinan Nur Misuari. Kader muda itu membentuk Front
Pembebasan Nasional Moro (MNLF-Moro National Liberation Front), sebuah organisasi yang dikenal sangan militan. Pemecahan yang paling jitu atas problem bangsa Moro adalah kemerdekaan penuh lepas dari Philipina dan berdirinya nergara Islam Moro*

4.      Islam di Nusantara
Sejumlah ahli mengajukan teori bahwa sumber Islam di kepulauan Melayu-Indonesia adalah anak benua India selain Arab dan Persia. Orang pertama yang menggunakan teori ini adalah Pijnappel yang berkebangsaan Belanda dari universitas Leiden. Dia mengaitkan asa-usul Islam di Nusantara ke kawasan Gujarat dan Malabar dengan alas an bahwa orang-orang Arab bermadzhab Syaf’I bermigrasi dan menetap di daerah-daerah tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara. Ilmuwan Belanda lainnya, Muquette, menyimpulkan bahwa asal-usul Islam di Nusantara adalah Gujarat di pesisir selatan India. Dia mendasrkan kesimpulannya setelah mempertimbangkan gaya batu nisan yang ditemukan di Pasai, Sumatera Utara, khususnya yang bertanggal 17 Dzuhijjah 831 H / 27 September 1428 M, yang identik dengan batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (1419 M) di Gresik, Jawa timur. Dia menyatakan lebih lanjut bahwa corak batu nisan yang ada di Pasai dan Gresik sama dengan yang ditemukan di Cambay, Gujarat. Dia berspekulasi bahwa dari penemuanpenemuan itu, batu nisan Gujarat tidak hanya di produksi untuk pasar lokal, tetapi juga untuk pasar luar negeri termasuk Sematera dan Jawa. Oleh karena itu, berdasarkan logika linier, Moquette menyimpulkan bahwa karena mengambil batu nisan dari Gujarat, orang-orang Melayu-Indonesia juga mengambil Islam dari wilayah tersebut.           
Dengan logika linier yang lemah itu tidak heran kalau kesimpulan Muquette ditentang oleh Fatimi yang berpendapat bahwa salah jika mengaitkan seluruh batu nisan yang ada di pasai, termasuk batu nisan Malik al-Shalih, dengan Cambay. Menurut penelitiannya sendiri, gaya batu nisan Malik al-Shalih sangat berbeda dengan corak batu nisan Gujarat dan prototype Indonesianya. Fatimi berpendapat bahwa pada kenyataannya bentuk batu nisan itu sama dengan yang ada di Bengal. Oleh karena itu, sama dengan logika linier Moquette, Fatimi ironisnya menyimpulkan bahwa semua batu nisan itu pasti diimpor dari Bengl. Ini menjadi alas an utamanya untuk menyimpulkan lebih lanjut bahwa asal-asul Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia adalah daerah Bengal (kini, Bangladesh).
Agaknya teori Fatimi sangat terlambat untuk menolak teori Moquette karena ada sejumlah pakar lain yang telah mengambil alih kesimpulan Moquette. Yang menonjol diantara mereka adalah Kern, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall. Namun, sebagian diantara mereka memberikan tambahan argumentasi untuk mendukung Moquette. Ahli sastra Melayu, William Winstedt, misalnya menunjukkan batu nisan yang sama di Bruas, tempat sebuah kerajaan melayu Kuno di Perlak, Semenanjung Malaya. Dia menyatakan bahwa semua batu nisan di Barus, Pasai dan Gresik diimpor dari Gujarat, maka Islam pasti pula dibawa dari sana. Dia juga menulis bahwa sejarah melayu mencatat danya kebiasaan lama di daerah Melayu tertentu untuk mengimpor batu nisan dari India. Sosiolog asal Belanda, Schrieke, mendukung teori itu dengan menekankan peranan penting yang dimainkan oleh para pedagang Muslim Gujarat dalam perdagangan di Nusantara dan sumbangan mereka terhadap penyebaran Islam.           
Namun, sebagian ahli lain memandang teori yang menyatakan asal-usul Islam di Nusantara adalah Gujarat tidak terlampau kuat. Marison, misalnya berpendapat bahwa beberapa batu nisan di bagian tertentu Nusantara mungkin berasal dari Gujarat, tetapi tidak selalu berarti bahwa Islam juga dibawa dari sana ke kawasan ini. Marison membantah teori tersebut dengan menunjukkan kenyataan bahwa selama masa Islamisasi Samudera Pasai, yang penguasa Muslim pertamanya meninggal pada 698 H / 1298 M, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu yang menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang-orang Muslim. Baru pada tahun 699 H / 1298 M wilayah Cambay dikuasai oleh kaum Muslim. Jika Gujarat merupakan pusat para juru dakwah Islam dalam melakukan perjalanan menju kepulauan Melayu-Indonesia, maka Islam pasti telah tegak dan tumbuh subur di Gujarat sebelum kematian Malik al-Shalih, persisnya, sebelum 698 H / 1297 M.
Morrison lebih jauh mencatat, bahwa meskipun kaum Muslim menyerang Gujarat beberapa kali pada 415 H / 1024 M, 574 H / 1178 M dan 695 H / 1197 M, para raja Hindu mampu mempertahankan kekuasaan disana sampai 698 H / 1297 M. Kesimpulannya, Morison mengemukakan teorinya bahwa Islam di perkenalkan di kepulauan Melayu-Indonesia oleh para juru dakwah Muslim dari Coromandel pada akhir abad ke-13.
Penting dicatat bahwa menurut Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya tempat asal kedatangan Islam, melainkan juga dari wilayah Arab. Dalam pandangannya, padagang Arab juga membawa Islam ketika mereka menguasai perdagangan Barat-Timur semenjak awal abad ke-7 dan ke-8. Meskipun tidak ada catatan sejarah ihwal penyebaran Islam oleh mereka, adalah patut diduga bahwa dalam satu hal atau lainnya mereka terlibat dalam penyebaran Islam kepada kaum pribumi. Argemen ini tampaknya lebih masuk akal jika orang mempertimbangkan, misalnya, fakta yang disebutrkan sebuah sumber di Cina pemukiman Arab Muslim di pesisir Barat Sumatera. Beberapa orang Arab ini melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi sehingga kemudian membentuk nucleus sebuah komunitas Muslim yang para anggotanya, ungkap Arnold telah memeluk Islam.
Menurut Hikayat raja-raja Pasai yang ditulis setelah 1350 (Hill, 1960:58-60), seseorang bernama Syaikh Ismail datang dengan perahu dari Makkah lewat Malabar menuju Pasai, tempat dia menonversi Merah silau, penguasa daerah tersebut ke dalam Islam. Merah Silau kemudian menggunakan gelar Malik al-Shaleh, meninggal Dunia 1297 M. Kira-kira satu abad kemudian, sekitar 1414 M, menurut sejarah Melayu (yang dikompilasi setelah 1500), penguasa Malaka juga diislamkan oleh Sayyid Abd Al-Aziz, seorang Arab berasal dari Jeddah. Sang penguasa, Parameswara menggunakan nama dan gelar Sultan Muhammad Syah tidak lama setelah masuk Islam (Djajadining, 1982:12).
Ada empat hal utama yang ingin disampaikan historiografi tradisional lokal semacam ini. Pertama, Islam di Nusantara di bawa langsung dari tanah Arab. Kedua, Islam diperkenalkan oleh para guru atau Juru Dakwah ‘profesional”. Ketiga, orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah para penguasa. Keempat, sebagian besar para juru dakwah “professional” datang di Nusantara pada abad ke-12 dan ke-13. Orang-orang Muslim dari luar memang telah ada di Nusantara sejak abad pertama Hijriah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Arnorld dan ditegaskan oleh kalangan ahli Melayu-Indonesia, tetapi jelas bahwa hanya setelah abad ke-12 pengaruh Islam dikepulauan Melayu menjadi lebih dan kuat. Oleh karena itu, Islamisasi tampaknya baru mengalami percepatan khususnya selama abad ke-12 sampai abad ke-16.

5.      Islam di Kampuchea
Kampuchea pernah mengalami suatu kejadian yang mengguncang panggung sejarah umat islam, baik menyangkut politik maupun ekonomoi. Dominasi kaum muslim dalam perdagangan dan upaya penyiaran agama islam yang amat gentar di lakukan di daerah ini membantu menfalitasi naiknya pamor kelompok muslim di kampuchea, peranan dan pengaruh kaum musliam lebih besar karena beberapa abad sebelumnya di champa yang kemudian bergabung dengan kerjaan Kampuchea pernah terdapat kesultanan muslim.

E.     Pertumbuhan Lembaga-lembaga Sosial dan Politik
Islam berkaitan erat dengan negara di Asia Tenggara, bahkan lslam dapat di katakan sebagai kekuatan sosial-politik yang patut di perhitungkan di Asia Tenggara. Islam merupakan agama Federasi Malaysia, agama resmi kerajaan Brunei Darussalam, agama yang dianut oleh sekitar 90% dari seluruh penduduk lndonesia, kepercayaan yang di peluk oleh sekelompok kaum minoritas di Burma, Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura. Dengan kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.

F.     Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan. Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al-Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao.



* Muzani, 1991:23
* Abdullah, 1991:39
* Lapidus, 1999: 720-721
* esposito, 1990:55
* Budiwanti ,2000: 137-142





DAFTAR PUSTAKA

Thohir Ajid.2004.Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta : Jawali Pers.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar