A. Situasi Pendidikan
Menurut Prof.Dr.H.Ramayulis
dalam resumenya situasi pendidikan menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a) Situasi
pendidikan terbentuk atas hubungan social antara dua (atau lebih )orang,
keduanya membangun hubungan pendidikan. Satu orang mempengaruhi orang yang satu
lagi, orang yang stu disebut peserta didik dan yang satu lagi adalah pendidik.
b) Pendidik
memandang dan memperlakukan peserta didik sebagai manusia berderajat paling
tinggi dan paling mulia diantara makhluk-makhluk lainnya dengan HAM dan HMM
yang penuh. Meskipun individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya,
perlakuan pendidik terhadap mereka (peserta didik)tidak boleh dibedakan.
Pelayanan unggul dilakukan untuk semua peserta didik dengan tidak membedakan
antara individu peserta didik yang satu dangan yang lainnya.
c) Kegiatan
pendidikan yang terlaksana dalam situasi pendidikan merupakan peristiwa yang
istimewa dan unik untuk kepentingan peserta didik yang sedang mengembangkan potensi
yang ada pada dirinya.
d) Situasi pendidikan mengandung komponen pokok
yaitu:
1. Peserta
didik
Peserta didik adalah orang yang sedang berada pada
fase pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik
yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik,
perkembangan menyangkut psikis.
2.
Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam
pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.[1]
3.Tujuan
pendidikan
Tujuan
pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk pengembangan
intelengisia siswa, yang berakhlak mulia, berilmu pengetahuan, bertaqwa kepada
Allah, untuk mencapai insan kamil,
dan untuk pembentukan kepribadian yang utuh.[2]
4.Proses
pembelajaran
Pada
hakikatnya belajar adalah suatu proses yang dilalui oleh individu untuk
memperoleh perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar dapat terjadi melalui usaha mendengar, membaca mengikuti
petunjuk,mengamati, memikirkan, menghayati, meniru, melatih, atau mencoba
sendiri dengan pengajaran atau latihan.[3] Yang
mana keempat komponen itu adalah syarat dengan unsur-unsur harkat dan martabat
manusia (HMM) dengan kandungan hakikat manusia, lima dimensi kemanusiaan dan pancadaya.[4]
e).
Proses pembelajaran dengan perangkat pendidikannya merupakan landasan atau
wahana dengan muatan tujuan pendidikan yang terselanggarakan demi pengembangan
secara utuh, hakikat manusia dengan kelima dimensi kemanusiaan dan pancadaya
peserta didik.
f).Secara
operasional, proses pembelajaran pada dasarnya mengarah kepada pengembangan
ranah daya taqwa, daya cipta, daya karsa dan daya karya untuk mengisi kelima dimensi
kemanusiaan secara utuh, agar mampu menjadi manusia yang bertaqwa dan beriman
kepada Allah sebagai makhlukNya dengan ber’ubbudiyah dalam bentuk beramal
sholeh Dua pilar perangkat pendidikan dalam proses pembelajaran adalah :
1.
Kewibawaan dengan unsur-unsur penerimaan dan pengakuan, kasih sayang dan
kelembutan, penguatan, tindakan tegas yang mendidik, pengarahan dan
keteladanan.
2.
Kewiyataan dengan unsure-unsur materi pembelajaran, metode pembelajaran, alat
bantu pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Kaidah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani menjiwai unsure kewibawaan dalam proses
pembelajaran, dan kaidah alam takambang
jadi guru menjiwai kewiyataan.
g). Komponen dan unsure-unsur yang
membentuk keilmuan pendidikan dikategorikan sebagai pedagogic mikro situasi
pendidikan, ditambah dengan kajian tentang hakikat dan martabat manusia (HMM)
dan bidang-bidang keilmuan, teknologi, seni dan agama yang menunjang keilmuan
pendidikan, maka terbentukalah apa yang disebut pedagogic makro.[5]
B. Komformitas dalam
Pendidikan
Komformitas adalah suatu jenis pengaruh social dimana
individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma social
yang ada. Dalam hubungan pendidikan dapat terjadi komformitas oleh peserta
didik terhadap pendidik. Komformitas itu boleh jadi banyak diwarnai oleh
dominasi kekuasaan dan kewibawaan pendidik, namun hal yang sebaik-baiknya
terjadi apabila komformitas itu didasarkan pada proses internalisasi pada diri
peserta didik.
Komformitas
terjadi pada peserta didik sebagai hasil pengaruh dari pendidik, pendidik
disatu pihak sebagai orang yang dipengaruhi dan pendidik disisi lain sebagai
orang yang mempengaruhi. Dengan demikian, komformitas ini penting artinya dalam
proses pendidikan karena peserta didik perlu berkomformitas dengan pendidik
yang mempengaruhinya. Pendidikan sangat berkepentingan agar peserta didik mau
berkomformitas terhadap pendidiknya
karena tanpa komformitas tidak mungkin terjadi proses pembelajaran agar
tercapai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Menurut Prayitno (2008) ada tiga
tipe komformitas, yaitu komformitas membabi buta, komformitas identifikasi, dan
komformitas internalisasi.
1. Komformitas
Membabi Buta
Komformitas
membabi buta didominasi oleh kekuasaan yang ada pada pendidik yang
mengakibatkan penyerahan diri peserta didik kepada pendidik. Pendidik
memposisikan dirinya sebagai penguasa yang memberikan sanksi, mengancam, dan
menghukum peserta didik apabila melanggar aturan atau tidak mengikuti kehendak
guru. Memberikan imbalan atau hadiah semata-mata hanya untuk membina kepatuhan
peserta didik terhadap aturan yang dibuat pendidik itu dengan semena-mena,
tanpa mengacu kepada kode etik seorang guru yang professional.Situasi
pendidikan yang tercipta adalah situasi otoriter yang membentuk manusia dengan
pribadi pasrah, patuh, penurut dan takluk kepada aturan pendidik.
2.
Komformitas
Identifikasi
Komformitas
identifikasi disemangati oleh karisma yang ada pada diri pendidik yang
mengakibatkan peserta didik mengikuti secara suka rela pendidiknya itu.
Pendidik yang kharismatik memungkinkan terciptanya suasana pendidikan yang
diterima oleh peserta didik. Mereka senang, merasa diterima, dibimbing dan
diayomi oleh guru dengan baik, dan hubungan keduanya makin dekat.Pendidik
kharismatik menanamkan kebenaran, ilmu dan pengetahuan, dan lain sebagainya
kepada peserta didik. Situasi pendidikan yang tercipta membius peserta didik
kearah genggaman erat pendidik yang bisa menghambat kemandirian peserta didik.
3.
Komformitas
Internalisasi
Komformitas
internalisasi didasarkan pada sikap dan perlakuan demokratik pendidik terhadap
peserta didik yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berpikir,
merasa dan berpengalaman sendiri atas apapun yang ia terima dari pendidik. Peserta
didik bebas menentukan akan bersikap
bagaimana tanpa disuruh-suruh, apalagi dipaksa, atau juga tidak dilarang-larang
oleh pendidik. Komformitas internalisasi mendorong inisiatif dan kemandirian peserta didik itu
sendiri.
Pendidik
bersifat numanis demokratik menekankan komformitas internalisasi bagi peserta
didiknya. Pendidikan mendorong berkembangnya potensi yang ada pada peserta
didik. Situasi pendidikan mendorong dan menyerahkan kesempatan pengembangan
kemandirian peserta didik kepada peserta didik itu sendiri.Proses internalisasi
melalui komformitas pada diri peserta didik berlangsung melalui diaktifkannya
kekuatan yang ada pada mereka (peserta didik), yaitu kekuatan berpikir, merasakan
dan berpengalaman yang semuanya itu terpadu dalam bentuk
pertimbangan-pertimbangan yang matang terhadap apa yanga akan dilakukan. Proses
internalisasi itu akan memperkembangkan peserta didik melalui suasana yang
bebas, serta menjujung tinggi harkat martabat manusia (HMM) peserta didik itu
sendiri dalam hal ini pengembangan panca daya.
C.
Pengakuan
dan Penerimaan dalam Pendidikan
Pengakuan guru
dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu perasaan tulus yang muncul dari
diri pendidik untuk mengakui dan menganggap mereka (peserta didik)sebagai anak yang butuh
bimbingan, arahan, dan pendidikan untuk menjadi manusia dewasa, semua itu tidak
akan dapat terwujud tanpa adanya pengakuan dan penerimaan pendidik didalam
dirinya untuk mengajar dan mendidik mereka dan juga tidak akan tumbuhnya
hubungan yang dinamis dan menyejukkan dalam proses pembelajaran.
Oleh
sebab itulah penting dan adanya penerimaan dan pengakuan dari pendidik terhadap
peserta didik dan sebaliknya peserta didik juga harus ada pengakuan dan
penerimaan didalam diri mereka bahwa pendidik adalah pengganti orang tua
dirumah yang akan mendidik mereka (peserta didik).
Ketika
guru hadir bersama peserta didik disekolah, didalam jiwa seharusnya sudah
tertanam niat untuk mendidik peserta didik menjadi orang yang berilmu
pengetahuan, mempunyai sifat dan watak yang cakap dan terampil, bersusila dan
berahklak mulia.[6]
Peristiwa
pendidikan mempersyarakatkan penghormatan dan pengakuan dari dan kedua pihak,
yaitu pendidik dan peserta didik. Dasar penghormatan dan pengakuan itu bukanlah
kekuasaan ataupun karisma pendidik, melainkan kemampuan internal peserta didik.
Atas dasar penghormatan dan pengakuan internal peserta didik itulah pendidik
memperkembangkan peserta didik melalui upaya pendidikan.
Dan
pada diri peserta didik sendiri juga terdapat perbedaan dalam perkembangannya
diberbagai bidang. Anak berbakat mungkin cepat berkembang intelektualnya akan
tetapi ketinggalan dalam aspek social emosional. Anak yang cepat berkembang
secara fisik, akan sulit mengikuti pembelajaran akademis. Kepandaian anak dalam
suatu bidang akan berbeda dengan penguasaan pada bidang lain.[7]
Penerimaan
pendidik terhadap peserta didik secara tulus dan apa adanya, untuk menumbuhkan
kedekatan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana segar, dinamis dan
menyenangkan. Kedekatan itu tidak harus bersifat fisik, pendidik dapat
“mewakilkan” dirinya dalam bentuk sumber dan media pendidikan, unit
labolatorium, perangkat keras dan perangkat lunak baik tertulis, melalui
rekaman video-audio maupun bentuk-bentuk
hasil rekayasa elektronik lainnya. Hubungan antara media pendidikan (sebagai
pendidik) dan penggunanya (peserta didik) memerlukan persyaratan tertentu agar
hubungan itu efektif sebagai upaya pendidikan.
Hubungan
antara pendidik dan peserta didik haruslah mengarah kepada tujuan-tujuan
ekstrinsik yang bersifat pamrih untuk
kepentingan pribadi pendidik. Pamrih-pamrih yang ada, selain dapat merugikan
dan membebani peserta didik, merupakan pencenderaan terhadap makna pendidikan
dan menurunkan kewibawaan pendidik.
Pendidikan
harus responsive dan gemar membantu peserta didik, bantuanitu lebih diutamakan
yang bersifat social-psikologis akademik, bukan materilial-ekonomis-fisik,
intensitas bantuan itu harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik,
tidak terksan memanjakan (karena terlalu banyak) atau mengabaikan (karena
terlalu sedikit). Kewibawaan pendidik dalam proses pendidikan terletak pada
kemampuannya mengembangkan:
1. Penghormatan
antara pendidik dan peserta didik.
2. Pengakuan
positif antara pendidik dan peserta didik.
3. Kedekatan
antara pendidik dan peserta didik.
4. Hubungan
tanpa pamrih dari pendidik terhadap peserta didik.
5. Sikap
responsive dan pemberian bantuan dari pendidik kepada peserta didik.
6. Kedekatan
pendidik terhadap peserta didik yang penuh dengan nuansa pendidikan akan
berimbas kepada peserta didik untuk bersikap positif terhadap peserta didik
sejalan dengan isi, warna, dan norma kedekatan pendidik itu. [8]
Hal
yang perlu dilakukan pendidik dalam proses pembelajaran:
a. Hubungan
pendidik dengan peserta didik atas dasar penghormatan dan pengakuan. Jadi jika
ada peserta didik yang berinisiatif mencoba berperan sebagai pemimpin, maka
pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik dengan senang hati, karena
kepemimpinan adalah potensi yang juga harus dimiliki peserta didik secara
utuh
b. Adanya
pengakuan dari pendidik bahwa mereka (peserta didik) memiliki potensi,
kamampuan, semangat untuk berkembang dalam pencapaian tujuan PBM (proses belajar mengajar).
c. Penerimaan
peserta didik terhadap pendidik seharusnya secara suka rela, senang dan adanya
unsure kepercayaan. Oleh sebab itu setiap peserta didik diberikan kesempatan
yang sama dan pendidik hrus mampu
mengembangkan proses pembelajaran secara demokratis.
d. Terciptanya
hubungan antara pendidik dengan peserta
didik baik kedekatan fisik maupun kedekatan psikologis. Untuk membangunnya
adanya pengakuan dan penerimaan yang tulus, terbuka, saling memberi dan
menerima diantara keduanya.
e. Tumbuhnya
rasa yang mengesankan antara pendidik dengan peserta didik, dimana saat peserta
didik harus berpisah dengan peserta didik demi untuk melanjutkan pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi. Namun itu
semua tidak akan pernah terlupakan karena pndidik adalah figure yang hamper
sama kedudukannya dengan orang tua, yang berusaha dengan sepenuh hati untuk
mendidik dan mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu
pengetahuan yang luas dan berahklak mulia dan berguna bagi bangsa dan negara.
f. Selalu
meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan baik dibidang akademik, kompetensi, dan
pendidikan profesi untuk menjadi guru yang professional dan untuk membentuk
kompetensi dan kemandirian peserta
didik.[9]
g. Guru
harus mampu merancang strategi pembelajaran dengan sebaik-baik mungkin untuk
meningkatkan minat dan semangat peserta didik dalam mengikuti proses belajar
mengajar.
h. Guru
juga harus berinteraksi dengan peserta didik didalam proses belajar mengajar
yang lebih intensif (sering), seperti
tanya jawab menyangkut materi yang diajarkan. Hal ini juga akan menambah
kedekatan antara pendidik dengan peserta didik dan mampu merubah suasana
belajar yang tadinya fakum menjadi hidup, dengan diadakan tanya jawab maka
peserta didik merasa aktif dan berperan dalam pembelajaran.
i.
Guru merupakan
salah satu dari sekian banyaknya sumber belajar. Didalam mengajar guru yang
profesional harus mampu mentransfer ilmu kepada siswa berupa memberi materi,
tanya jawab, demonstrasi, hubungan interaktif, konsultasi antara siswa dengan
guru berupa motivasi saling mengarahkan dan lain sebagainya.[10]
Menurut Gary dan Margenet bahwa guru yang
efektif dan kompeten secara profesinalis memiliki karakteristik sebagai
berikut: (1) memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif, (2)
kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran, (3) memiliki
kemampuan memberikan umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), dan
(4) memiliki kemampuan untuk peningkatan
diri.
Kemampuan
menciptakan iklim belajar yang kondusif, antara lain:
1) Kemampuan
interpersonal untuk menunjukkan empati dan penghargaan kepada peserta didik
2) Hubungan
baik dengan peserta didik
3) Menerima
dan memperhatikan peserta didik dengan tulus
4) Menciptakan
iklim untuk tumbuhnya kerjasama
5) Melibatkan
peserta didik dalam mengorganisasikan dan merencanakan pembelajaran
6) Mendengarkan
dan menghargai hak peserta didik untuk berbicara dalam setiap diskusi
7) Meminimalkan
bahkan mengeliminasi setiap permasalahan yang sering terjadi dalam
pembelajaran.
Kemampuan dalam
mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran, berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Kemampuan
untuk menghadapi dan menangani peserta didik
yang bermasalah seperti peserta didik yang suka menyela, mengalihkan
pembicaraan
2. Mampu
memberikan transisi substansi bahan ajar dalam pembelajaran
3. Kemampuan
bertanya yang memerlukan tingkat berfikir yang berbeda untuk semua peserta
didik.
Kemampuan
memberikan umpan balik dan penguatan seperti berikut:
1) Memberikan
umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik
2) Memberikan
respon yang sifatnya membantu terhadap peserta didik yang lamban belajar
3) Memberikan
tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang kurang memuaskan
4) Kemampuan
memberikan bantuan professional kepada peserta didik jika diperlukan.
Kemampuan untuk peningkatan diri yaitu
antara lain:
1) Menerapkan
kurikulum dan metode mengajar secara inovatif
2) Memperluas
dan menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran
3) memanfaatkan
kelompok (KKG) untuk menciptakan dan mengembangkan metode pengajaran yang
relevan.
Dalam
proses pembelajaran pada satuan pendidikan manapun, khususnya di sekolah dasar,
guru memiliki peran yang penting (urgen) dan strategis, dan tidak dapat
digantikan oleh mahkluk apapun, termasuk teknologi. Oleh karena itu, berbagai
uapaya untuk meningkatkan kualitas dan dilakukan secara terus menerus, dan
berkesinambungan, termasuk pengembangan standar kompetensi dan sertifikasi
guru.[11]
DAFTAR
PUSTAKA
Afnibar. Memahami Profesi dan Kinerja Guru.
Jakarta: PT The Minangkabau Foundation. 2005
Langgulung, Hasan. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam,Jakarta: Pustaka Al
Husna. 1988
Mulyasa. Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offest. 2008
Nasution. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi
Aksara, 1994
Prayitno. Dasar Teori dan Praktis Pendidikan. Padang: Universitas Negeri
Padang. 2008
Ramayulis. Profesi Keguruan (Resume Materi Perkuliahan)
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia. 2002
Syaiful Bahri Djamarah. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003
\
[1] )
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran
tentang Pendidikan Islam,( Jakarta: Pustaka Al Husna. 1988 ) hal. 147
[2]
Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam,( Jakarta: Kalam Mulia, 2002) h.145
[3] Ibid.
hal 235
[4] Prayitno, Dasar
Teori dan Praktis Pendidikan, (Padang: Universitas Negeri Padang. 2008)
[5] Prof. Dr. H. Ramayulis, Profesi Keguruan (Resume Materi Perkuliahan), h.6-7
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2003), hal. 3-4
[7] S.Nasution, Asas-asas Kurikulum,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hal.99
[8]
Prof. Dr. H. Ramayulis, Profesi Keguruan
(Resume Materi Perkuliahan), hal.10-11
[9]
Dr. E. Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi
dan Sertifikasi Guru, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offest, 2008) h.8
[10]
Dra. Afnibar, M.Pd, Kons, Memahami Profesi Guru dan Kinerja Guru, (Jakarta
Barat: PT The Minangkabau Foundation, 2005)hal 53-58
[11]
Dr. E. Mulyasa, M.Pd, op cit. hal .21-22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar