A.
Beberapa Kesulitan Pengucapan
Bunyi
Sebenarnya pengajaran bahasa Arab di Indonesia
sudah berlangsung berabad-abad lamanya, akan tetapi aspek tata bunyi sebagai
dasar untuk mencapai kemahiran menyimak dan berbicara kurang mendapat
perhatian. Hal ini karena:
1) Tujuan pengajaran bahasa Arab
hanya diarahkan agar pelajar mampu berbahasa Arab.
2) Pengertian hakekat bahasa
lebih banyak didasarkan atas dasar Metode Gramatika-Terjemah, yaitu suatu
metode mengajar bahasa yang banyak menekankan kegiatan belajar pada penghafalan
kaidah-kaidah tatabahasa dan penerjemahan kata demi kata.[1]
Para pembelajar
non-Arab yang belajar
bahasa Arab kemungkinan mereka
akan
menghadapi beberapa
kesulitan
yang berkaitan
dengan pengucapan. Kesulitan-kesulitan tersebut muncul pada
masalah-masalah Sebagai berikut :
1. Pembelajar
kadang-kadang sulit mengucapkan
sebagian bunyi yang tidak terdapat pada bahasa ibunya.
2. Pembelajar
kadang-kadang mendengar sebagian
bunyi yang dikiranya bunyi
tersebut seperti yang
terdapat pada bahasa ibunya.
Padahal dalam kenyataannya berbeda.
3. Pembelajar
kadang-kadang salah dalam
menangkap bunyi yang disimaknya.
Dia
mengucapkan bunyi sesuai
dengan yang disimaknya. Kesalahan
dalam menyimak tersebut dapat mengakibatkan kesalahan
pengucapan.
4. Pembelajar
kadang-kadang salah dalam
menangkap beberapa perbedaan penting
diantara beberapa huruf Arab.
Dia mengira bahwa
perbedaan tersebut tidak penting seperti yang berlaku pada
bahasa ibunya.
5. Pembelajar
kadang-kadang menambahkan beberapa
bunyi asing yang mereka ambil dari bahasa ibunya. Pembelajar Amerika
kadang-kadang memasukkan bunyi-bunyi P atau V
kepada bahasa Arab.
Kedua huruf tersebut
memang dikenal dalam bahasa mereka.
6.
Pembelajar kadang-kadang juga
mengucapkan bunyi bahasa Arab
sebagaimana dia mengucapkan
bahasa ibunya, yaitu tidak
seperti ucapan orang
Arab asli. Pembelajar Amerika
kadang-kadang mengucapkan ت dengan latsawy sebagai ganti dari asnany.
7. Pembelajar
kadang-kadang sulit mengucapkan bunyi suatu huruf Arab
karena pertimbangan norma-norma masyarakat. Sebagian masyarakat
ada yang menganggap bahwa
mengeluarkan lidah dari
mulut merupakan tindakan tercela.
Dengan norma tersebut
pembelajar akan merasa kesulitan dalam mengucapkan huruf-huruf: ذ
dan ث
8.
Bagi pembelajar tertentu kadang-kadang merasa kesulitan dalam mengucapkan
bunyi-bunyi yang sama
antara bahasa Arab dengan
bahasa ibunya. Kesulitan
tersebut timbul karena perbedaan tempat pengucapannya. Orang
Inggris tidak pernah
mengucapkan bunyi /ﻫ / pada
akhir kata dalam
bahasa ibunya. Mereka mengucapkannya pada
awal kata atau
tengahnya. Dengan demikian pengucapan
bunyi / ﻫ /
pada akhir kata dapat
menyulitkan para pembelajar
Inggris dan Amerika.
9. Bunyi-bunyi yang
dianggap sulit oleh para pembelajar non Arab
adalah: ط ، ض ، ص ، ظ .
Huruf-huruf tersebut
merupakan huruf mufakhkhamah,
mutabbaqah, dan muhallaqah. Demikian
juga pembelajar kadang-kadang sulit membedakan
huruf-huruf: ط dan ت ,
ض dan د ,
صdan س,
ذ dan ظ .
10. Bunyi-bunyi
yang dianggap sulit
oleh para pembelajar non Arab
adalah خ dan غ . Bahkan
huruf-huruf tersebut sulit bagi
anak-anak Arab sendiri.
11. Demikian
juga kadang-kadang terasa
sulit bagi pembelajar non
Arab dalam membedakan ﻫ dan ح ;
أdan ع ;
ك dan ق .
12. Pembelajar
non Arab juga
merasa kesulitan dalam membedakan hamzah dengan fathah pendek.
13. Pembelajar
kadang-kadang merasa kesulitan
dalam menangkap perbedaan antara
fathah pendek dengan fathah panjang. Seperti: سَمَرَ dan سَامَرَ .
14. Pembelajar
kadang-kadang juga merasa
kesulitan dalam membedakan antara
dhammah pendek dengan dhammah panjang. Seperti: قُتِلَ dan قُوْتِلَ .
15. Pembelajar
kadang-kadang merasa kesulitan
dalam membedakan kasrah pendek
dengan kasrah panjang. Contoh: زر dan زير .
16. Pembelajar
non Arab kadang-kadang
merasa kesulitan dalam mengucapkan
yang diulang. Dia
kadang-kadang mengucapkannya
dengan berlawanan, seperti
yang diucapkan oleh pembelajar
Amerika. Atau juga
tidak mengucapkannya apabila terletak
di akhir kata
seperti yang dilakukan oleh pembelajar Inggris.
Intonasi dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa
Arab dikenal tiga
tingkat intonasi yaitu:
1. intonasi pokok: intonasi
ini mempunyai lambang fonetik/ َ/
2. intonasi skunder: intonasi
ini mempunyai lambang fonetik/ ^ /
3. intonasi lemah: intonasi
ini mempunyai lambang fonetik/ /
Intonasi dalam
bahasa Arab mungkin
bisa diprediksi jika klasifikasinya didasarkan
atas aturan-aturan tertentu sebagai berikut :
1. Apabila
suatu kata terdiri
dari satu suku
kata maka inti dari
suku kata tersebut
dijadikan sebagai intonasi
2.
Apabila suatu kata terdiri dari dua suku kata pendek atau tiga suku
kata pendek maka
suku kata pertama dijadikan sebagai
intonasi pokok dan
suku kata-suku kata sisanya
sebagai intonasi yang lemah. Contoh جلس: درس
3.
Apabila suatu kata
terdiri dari dua
atau tiga suku
kata yang panjang maka
intonasi pokok ada
pada suku kata terakhir
dan untuk suku
kata-suku kata lainnya digunakan intonasi sekunder.Contoh طاووس ناسون .
4. Apabila
suatu kata mempunyai
dua atau tiga
suku kata maka intonasi pokoknya
terletak pada suku kata terakhir yang
panjang. Dan intonasi
skunder untuk suku
kata-suku kata sisanya
apabila panjang. Sedang
apabila suku kata-suku kata
tersebut pendek digunakan
intonasi lemah. Contoh : كاتب، كتاب، نائم، صائم، صيام، صائمون .
5. Apabila
suatu kata terdiri
dari empat suku
kata intonasi pokok terletak
pada suku kata
kedua. Kecuali apabila suku
kata ketiga atau
keempatnya panjang. Contoh : .
6. Apabila suatu
kata terdiri dari
lima suku kata
intonasi pokok terletak pada
suku kata ketiga.
Kecuali apabila suku kata
keempat dan kelimanya
panjang. Contoh : مدرستنا، كتابتنا، بنايتنا.
7.
Apabila
suatu kata terdiri dari enam suku
kata atau lebih intonasi pokok
terletak pada suku kata terakhir. Contoh : استقبالاتن .
Perlu diketahui
bahwa pengucapan intonasi
yang benar sangat penting
sebagaimana pentingnya pengucapan
bunyi-bunyi huruf dengan
cara yang benar.
Kesulitan-kesulitan yang biasa
dialami oleh para
pembelajar non-Arab adalah :
1. Pembelajar kadang-kadang
menempatkan intonasi pokok bukan pada suku kata yang benar.
2. Pada kesalahan
penempatan intonasi sering
muncul juga gejala pemanjangan
vokal pendek. Seperti kata “ صام “ diucapkan seakan-akan “ صاما ”.
Kesalahan pengucapan tersebut dapat mengakibatkan kesalahan makna.
3. Pembelajar
kadang-kadang memberikan intonasi
pokok lebih dari satu
pada satu kata.
Hal ini berbeda
dengan aturan pengucapan intonasi
bahasa Arab yang
hanya pada satu suku kata.
4. Pembelajar
kadang-kadang menggunakan sistem
intonasi yang berlaku dalam
bahasa ibunya dalam
mengucapkan bahasa Arab.
T ransfer Pengaruh Belajar
Ketika pembelajar
berhadapan dengan bahasa
Arab dia mulai mempelajarinya setelah ia
mempunyai
kebiasaan-kebiasaan
berbahasa yang diperolehnya
ketika dia belajar bahasa ibu. Kebiasaan-kebiasaan
pembelajar pada bahasa ibu mempunyai dua sisi yang berbeda :
1. Sebagian
kebiasaan berbahasa pada
bahasa ibu dapat membantu pembelajar dalam mempelajari
bahasa Arab. Hal ini apabila
terdapat persamaan antara
bahasa ibu dan bahasa
Arab. Apabila pada
bahasa ibu terdapat bunyi huruf
yang sama dengan
bahasa Arab dalam makhrajnya maka
hal ini merupakan
faktor pendukung baginya dalam
mempelajari bahasa Arab.
Berpindahnya pengaruh
belajar ini dapat
memudahkannya dalam mempelajari
keterampilan baru.
2. Sebagian
kebiasaan-kebiasaan
berbahasa dapat mengganggu dalam
mempelajari bahasa Arab.
Hal ini terjadi apabila
terdapat perbedaan antara
sistem tata bunyi pada bahasa
ibu dengan sistem tata bunyi bahasa Arab. Bunyi-bunyi pada bahasa ibu
kadang-kadang masuk ketika
pembelajar mengucapkan bahasa
Arab. Pembelajar kadang-kadang mengalami
kesulitan ketika mengucapkan huruf
Arab yang tidak
terdapat pada bahasa ibunya.
Pengaruh bahasa ibu
di sini merupakan pengaruh negatif
bagi pembelajar dalam
mempelajari bahasa Arab.
Perbedaan
fonetik dan fonemik
Tidak
diragukan lagi bahwa pembelajar pertama akan merasa kesulitan
dalam mengucapkan bahasa
Arab sebagaimana penutur aslinya.
Seandainya dia berusaha secara sungguh-sungguh dan mampu
mengucapkannya secara baik dia akan tetap kelihatan sebagai penutur bahasa
kedua. Pengucapan kosa katanya akan berbeda dengan penutur Arab asli. Apakah
guru membiarkan kedaan
ini atau dia
mesti meminta pembelajar untuk
menuturkannya seperti penutur asli secara sempurna.
B. Solusi dari kesulitan Shautiyah
Beberapa solusi
dari kesulitan-kesulitan tersebut adalah:
1. Pembelajar
berlatih membedakan bunyi-bunyi
yang berdekatan dan yang berlawanan.
2. Melihat perbedaan tsunaiyyah- sughra yang
terbatas pada satu suku
kata memungkinkan bagi
pembelajar untuk memfokuskan hanya
pada perbedaan antara
dua bunyi saja dalam setiap
tsunaiyyah, yaitu ketika dia menyimak dan mengucapkannya.
3. Pembelajar
mempunyai bukti contoh
nyata bagaimana pengaruh perbedaan
kedua bunyi tersebut pada makna.
4. Latihan Pengucapan
Seandainya guru melihat
bahwa pembelajar tidak membedakan pengucapan antara dua
bunyi, guru harus
membantu mereka dalam menghilangkan masalah
tersebut. Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam mengatasi hal
tersebut:
1. Guru hanya
membatasi dua bunyi
untuk diberi syakal kepada para pembelajarnya.
2. Guru memilih
sejumlah tsunaiyahtus shughra
yang cukup, di mana
kedua bunyi tersebut
berhadapan. Bunyi-bunyi yang berbeda
tersebut sebaiknya letaknya
di awal, tengah, dan akhir.
3. Latihan pengucapan dimulai
oleh guru dengan mengucapkan kata-kata
tertentu, sementara para pembelajar menyimaknya.
Setelah itu para pembelajarmengulanginya
dengan cara keseluruhan, per kelompok, atau per orang.
4. Guru mencampurkan
kata-kata pada sebuah
kalimat atau mirip kalimat
dan memberi contoh
pengucapannya. Setelah itu para pembelajar mengulanginya dengan cara keseluruhan,
per kelompok, atau per orang.
5. Pengulangan
Dalam latihan pengucapan
yang memerlukan pengulangan guru dapat
mengikuti langkah- langkah sbb:
1. Guru mengucapkan contoh
bacaan yang diminta sebanyak dua atau
tiga kali; sementara
para pembelajar menyimaknya.
2. Guru memberi
isyarat kepada para
pembelajar untuk mengulanginya
secara bersama-sama.
3. Guru memberi isyarat yang sama apabila para pembelajar masih
perlu mengulanginya secara bersama-sama.
4. Guru memberi isyarat
kepada para pembelajar
untuk mengulangi bacaan secara per kelompok.
5. Guru memberi
isyarat yang sama
agar para pembelajar kembali mengulangi bacaan secara
per kelompok.
6. Guru memberi
isyarat kepada para
pembelajar untuk mengulangi bacaan
secara per orang.
7. Ketika pengulangan
bacaan per orang
berlangsung, guru mendengarkan respon
pembelajar dan mengoreksinya apabila diperlukan. Guru mendorong
mereka yang perlu didorong dan
memuji mereka yang perlu dipuji.
6.Isyarat T angan
Ketika latihan
berlangsung isyarat tangan
dari guru sangatlah bermanfaat.
Seorang guru mungkin mempunyai beberapa isyarat
khusus yang telah
disepakatinya bersama para
pembelajar. Pada umumnya guru memerlukan beberapa isyarat sbb :
1. Isyarat
permulaan Tikrarul-jam‟i (pengulangan secara keseluruhan). Cara
ini dilakukan dengan membentangkan tangan kemudian
mengedarkannya dari satu ujung kelas ke ujung lainnya.
2. Isyarat permulaan
Tikrarul-fiawy (pengulangan secara
per kelompok). Cara ini dilakukan
dengan memberikan isyarat tangan
kepada kelompok paling kanan, kemudian di sampingnya, dan seterusnya.
3. Isyarat permulaan
Tikrarul-fardy (pengulangan secara
per orangan). Cara ini
dilakukan dengan mengisyaratkan telunjuk kepada
pembelajar pertama yang
duduk di bangku paling
kanan, kemudian di
sampingnya, dan seterusnya.
4. Isyarat pengulangan berakhir. Guru memerlukan
isyarat untuk menunjukkan
bahwa pengulangan akan berakhir.
Caranya yaitu dengan mengangkat telapak tangan ke arah para
pembelajar.
C. Kesulitan-kesulitan
dalam menulis
Menulis merupakan
salah satu keterampilan berbahasa baik
untuk pengajaran bahasa
pertama maupun bahasa kedua.
Dalam prakteknya guru
akan banyak menemukan
para pembelajar melakukan kesalahan-kesalahan yang
beraneka ragam. Beberapa kesalahan dikte yang terpenting adalah sbb :
1. Para pembelajar
sulit membedakan beberapa
huruf seperti:[س،ز], [ك،ق]، [ق،غ]، [ح،ﻫ]، [غ،خ], [ذ،ظ] dan
lain-lain. Kesalahan di
atas dapat menjadikan para
pembelajar menulis untuk huruf atau sebaliknya. Kesalahan
tersebut merupakan akibat langsung dari
kesalahan dalam mendengarkan
huruf yang didiktekan.
2. Menulis hamzah Washal dengan hamzah Qatha‟. Kesalahan ini diakibatkan oleh
karena mereka tidak
mengetahui kedua hamzah tersebut dan penempatannya.
3. Melalaikan penempatan
hamzah Qatha‟. Kesalahan ini muncul
karena kemalasan atau
ketidak tahuan mereka akan
pentingnya penempatan hamzah.
Mungkin juga mereka mempunyai
anggapan yang salah
bahwa hamzah Washal tidak
membutuhkan tanda hamzah.
4. Kesalahan dalam penulisan hamzah Qatha‟ di tengah atau di akhir. Kesalahan
ini timbul karena
mereka tidak mengetahui aturan
penulisan hamzah Mutawassithah serta aturan penulisan hamzah Mutatharrifah atau
mereka salah dalam menerapkan qaidah.
5. Pembelajar kadang-kadang menulis alif Mamdudah dengan alif
Maqshurah atau sebaliknya.
6. Pembelajar kadang-kadang
menulis ta Marbuthah
dengan ta Mabsuthah atau sebaliknya.
7. Kesalahan dalam
membuang lam sebelum
huruf-huruf syamsiyyah. Lam tersebut
tidak diucapkan akan
tetapi menempati bunyi huruf
berikutnya. Karena para pembelajar tidak
mendengar lam ini
sehingga mereka tidak menulisnya.
Sedangkan yang betul
adalah mereka harus menulisnya
sebelum huruf yang
diidghaminya seperti pada kata :
.
8. Pembelajar kadang-kadang
tidak membuang alif (ا ) pada tempat
yang mengharuskannya, seperti
pada kata “ معاوية بن أبي سفيان“
9. Pembelajar kadang-kadang
tidak membuang alif
yang diucapkan; akan tetapi tidak ditulis seperti pada kata “ الرجمن، لكن “.
10. Pembelajar
kadang-kadang tidak membuang
( ال) pada tempat-tempat yang
mengharuskannya untuk dibuang,
11. Pembelajar kadang-kadang
salah dalam menulis
huruf Idgham. Mereka kadang-kadang
menulisnya dengan
dua huruf.
12. Pembelajar kadang-kadang salah
dalam menulis sebuah kata dengan dua kata yang terpisah,
seperti : عما،لما
13. Pembelajar kadang-kadang tidak
menulis sebuah huruf yang
tidak diucapkan akan
tetapi ada dalam
tulisan, seperti pada kata: ذهبوا، عمرو
14. Pembelajar kadang-kadang
menulis tanwin dengan
huruf nun pada akhir
kata. Hal ini
terjadi karena dipengaruhi oleh apa yang didengarnya.
15. Pembelajar
kadang-kadang tidak menulis
huruf alif pada kata yang berakhir dengan tanwin nashb,
seperti : زاهدا، مديرا.
16. Pembelajar kadang-kadang
membubuhkan alif pada tanwin
nashb, padahal pada
kata-kata tersebut mesti dibuang. Contoh: دعاء، مدرسة .
17. Pembelajar kadang-kadang menyambungkan
dua kata yang seharusnya berpisah
atau sebaliknya, seperti : كلما، فيم، ربما.
Kesulitan-kesulitan tersebut
sebaiknya tidak dikemukakan kepada
para pemula sejak
dini. sebaiknya kita menjauhkan kesulitan-kesulitan dikte
tersebut dari para pemula.
Mereka tidak bisa menghindar dari
kesulitan membedakan diantara bunyi-bunyi bahasa dalam Imla. Untuk itu para
pembelajar diusahakan bisa
membedakan antara huruf dan
. Kegagalan dalam
membedakan keduanya dapat menimbulkan
kesulitan-kesulitan dalam menyimak, mengucapkan, menulis,
dan memahami pada
batas-batas tertentu.
Kesalahan-kesalahan
dalam dikte terjadi dikarenakan beberapa
sebab. Untuk itu
sebaiknya dilakukan hal-hal berikut ini:
1. Hendaklah guru
terlebih dahulu memiliki konsep yang jelas tentang berbagai
macam kesalahan dikte
yang dialami oleh para
pembelajar.
2. Guru tidak boleh
merasa kaget dengan
kesalahan-kesalahan
tersebut, karena para
pembelajar di negara-negara
Arab pun mengalami
kesalahan-kesalahan tersebut.
3. Guru mesti siap-siap
untuk menjaga para pembelajar dari kesalahan-kesalahan tersebut
serta langsung memperbaikinya
ketika mereka terjerumus.
4. Guru hendaklah
mengetahui aturan-aturan yang
berlaku dalam pendiktean bahasa
Arab serta menyampaikan pengetahuan tersebut kepada para
pembelajar.
D. Solusi
dari kesalahan dalam menulis
Beberapa
solusi untuk memperbaiki tulisan dan terampil dalam menulis yaitu:
1. Pelatihan
Sebelum Menulis Huruf
Pada
tahap ini pembelajar
dilatih cara memegang pena
dan meletakkan buku
di depannya. Demikian
juga mereka harus belajar memantapkan
cara menggaris, seperti kemiringannya, cara
memulainya, dan cara
mengakhirinya. Hal ini penting
sebagai persiapan sebelum
mereka belajar menulis kata-kata
pada tahap berikutnya.
Garis-garis pada tahap ini
kadang-kadang lurus atau bengkok. Garis-garis yang lurus bisa
miring, mendatar atau
vertikal. Sedangkan garis-garis
yang bengkok mempunyai
tingkat kebengkokan yang berbeda.
2. Penulisan Huruf
Setelah para pembelajar
berlatih membuat garis-garis, mulailah mereka belajar menulis
huruf-huruf. Pada tahap ini sebaiknya kita mengikuti langkah-langkah berikut
ini:
1. Mulai dengan berlatih menulis huruf-huruf secara terpisah
sebelum mereka berlatih menulis huruf sambung;
2. Tulislah huruf-huruf
tersebut secara tertib
sesuai dengan urutan dalam abjad;
3. Tulislah huruf-huruf sebelum menulis suku kata atau kata;
4. Tulislah satu atau dua huruf baru pada setiap pelajaran;
5. Guru memulai
menulis contoh tulisan,
kemudian para pembelajar mulai
menulis pada buku tulis mereka. Ketika
guru mengajarkan menulis
huruf hendaklah diperhatikan
hal-hal berikut ini:
1) Guru membimbing
para pembelajar cara
memegang pena yang betul serta
mengawasi mereka agar terbiasa menulis dengan
betul atau benar.
Tidak adanya pengawasan
dari guru kadang-kadang dapat
menimbulkan kebiasaan-kebiasaan
menulis yang aneh.
2) Guru membimbing para pembelajar cara duduk yang betul
ketika menulis, punggung
tidak terlalu membungkuk
dantidak terlalu tegak,
sedangkan buku terletak
di depan sebelah kanan agak
sedikit miring.
3) Ketika guru
menulis sebuah contoh tulisan,
dia juga memberikan pengarahan
dan peringatan akan
pentingnya memelihara
keserasian diantara huruf-huruf.
Dan kalau mungkin hal
itu dilakukan dengan
cara memaksa para pembelajar agar
mereka menulis pada
buku bergaris. Tulisan tersebut
mempunyai beberapa baris
yang terdiri dari berbagai huruf
yang berbeda.
4) Guru memperingatkan para
pembelajar akan pentingnya kesatuan jarak antar huruf yang
terpisah pada suatu kata. Dan
menjadikan jarak tersebut
lebih pendek dari
jarak antar kata pada satu kalimat.
5) Guru memperingatkan para
pembelajar akan pentingnya kesatuan jarak
antar kata pada
satu kalimat, serta membedakannya dari
jarak antar huruf-huruf
pada suatu kata dengan cara
menjadikannya lebih panjang.
6) Guru memperingatkan para
pembelajar akan pentingnya menulis dengan
lurus, horizontal, dan
seimbang. Tulisan itu mesti
lurus, horizontal, dan seimbang antar satu baris dengan baris lainnya.
7) Tulisan para
pembelajar pemula sebaiknya
menggunakan pensil, tidak menggunakan
pena. Dengan pensil
mereka bisa mengganti kesalahan-kesalahan mereka
yang pada umumnya banyak terjadi
pada para pemula.
8) Apabila menulis
itu dilakukan pada
kertas khusus yang terdapat
contoh-contoh tulisan pada
setiap baris bagian atasnya, maka
hendaklah para pembelajar
memulai tulisannya dari kertas
paling bawah, sehingga
mereka selalu menghadap contoh
tulisan dan mereka
menirunya. Sedangkan apabila mereka
memulai menulis dari
kertas bagian atas mereka akan meniru contoh tulisan itu hanya pada baris
pertama, dan seterusnya
mereka akan meniru baris terakhir dari tulisannya.
Sehingga tulisan pada baris
terakhir dari halaman
tersebut akan menjadi
tulisan paling jelek dari seluruh halaman.
3. Naskh
(Menyalin)
Setelah para pembelajar
selesai berlatih menulis huruf, baik
yang bersambung maupun
yang terpisah, sebaiknya mereka
diminta untuk menyalin
pelajaran membaca yang mereka
pelajari (buku pelajaran
yang menjadi pegangan). Walaupun
mungkin menyalin bukan merupakan materi
yang aneh bagi
mereka yang khusus mendalami bidang tulis indah, akan
tetapi bagaimanapun hal tersebut mempunyai beberapa manfaat, yaitu:
1) Menyalin merupakan
latihan tambahan bagi
para pembelajar dalam menulis
huruf-huruf dengan tangan. Apabila seorang
guru mendorong para
pembelajar untuk menyalin, maka
sebenarnya menyalin merupakan
latihan untuk menulis indah.
2) Menyalin dapat menumbuhkan keterampilan menggunakan ejaan yang
benar.
3) Menyalin dapat
melatih para pembelajar
menggunakan tanda baca, seperti titik, koma, tanda tanya, tanda seru,
tanda kutip, dan tanda-tanda baca lainnya.
4) Menyalin dapat
memantapkan penguasaan materi pelajaran yang
telah dipelajarinya berupa
kosa kata dan pola-pola kalimat. Selain
itu pula ada
beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh guru
berkaitan dengan latihan
menyalin ini. Hal-hal tersebut adalah:
a. Tugas menyalin tidak
boleh memberatkan para pembelajar. Tugas
yang memberatkan dapat
menjadikan mereka membenci pelajaran dan gurunya.
b. Guru memberikan
tugas menyalin dengan
materi bacaan yang sudah dikenal
di kalangan mereka.
c. Guru hendaklah
memeriksa latihan mereka
dengan memperhatikan
ketepatan waktu dan
penggunaan metode. Apabila kedua
hal tersebut tidak
diperhatikan dapat
mengakibatkan para pembelajar
melalaikan tugas atau mereka mengerjakannya
dengan cara yang salah.
4. Imla’
(dikte)
Kegiatan Dikte dapat
terlaksana secara sempurna dengan mengikuti langkah-langkah
berikut ini :
1. Guru menentukan materi
bacaan yang sudah dikenal para pembelajar agar
mereka mempersiapkan diri
terlebih dahulu di rumah.
Dari materi itulah
guru mengambil bahan untuk waktu berikutnya.
2. Guru mendiktekan
materi bacaan, baik
seluruhnya, sebagian, maupun memilih
sebagian kalimat atau
kata. Ketika mendiktekan bacaannya
guru membacakannyadengan perlahan
sebanyak tiga kali.
Guru juga harus membacanya dengan teliti. Para
pembelajar akan menulis apa yang mereka
dengar, dan mereka
mendengar apa yang diucapkan oleh
gurunya.
3. Setelah dikte
selesai, mulailah guru
mengadakan koreksi. Waktu di
antara kegiatan dikte dan
koreksi tidak mesti panjang, karena
reinforcement (pengukuhan) harus segera dan cepat.
4. Guru atau
pembelajar menulis jawaban-jawaban yang benar di papan tulis atau melihat kembali
buku pegangan.
5. Setiap pembelajar mengoreksi tulisan masing-masing, atau
mereka saling menukarkan
buku dengan sesama
mereka dan mengoreksinya. Koreksi
oleh masing-masing jauh lebih baik, lebih cepat, dan lebih
ringan daripada dengan saling
tukar-menukar buku. Koreksi
oleh masing-masing dapat menghemat
waktu dan energi
guru. Untuk para pembelajar pemula semua tugas
sebaiknya dikoreksi oleh guru.
6. Guru dan para pembelajar membahas kesalahan-kesalahan yang
terjadi pada latihan dikte.
7. Guru meminta para pembelajar mengulangi kembali setiap
tulisan mereka yang
salah sebanyak tiga,
empat, atau lima kali.
Sebaiknya guru dan
pembelajar sepakat untuk memelihara jumlah
tertentu yang tetap
untuk setiap perbaikan. Latihan
dikte sebaliknya dilakukan
dengan persiapan, dikte, koreksi,
diskusi, menulis kembali .
[1]
Mulyanto Sumardi dan Kafrawi. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab padan Perguruan
Tinggi Agama Islam IAIN.(Jakarta,1976), h.79
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Aziz Ibrahim Al-Ashili. 1423 H. Asasiyatu ta’alim al-lughah al-‘arab
linnathiqin billughati al-ukhra. Makah al-Mukarramah.
Mulyanto
Sumardi dan Kafrawi. 1976. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan
Tinggi Agama Islam IAIN. Jakarta: Proyek Pengembangan Sistim Pendidikan
Agama Departemen Agama R.I.
Nurbayan,
Yayan. 2008. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Zein
Al-Bayan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar