Konsep profesi dalam pendidikan pada dasarnya sama seperti yang
berlaku dalam profesi-profesi lain. Perbedaannya terletak pada asumsi-asumsi
yang melandasinya tentang manusia dan cara memberlakukan manusia sebagai subjek
profesi ini. Profesi pendidikan lebih melihat manusia dari segi positfnya.
1. PERBEDAAN JABATAN PROFESI GURU DAN PROFESI LAIN
1.1. Pengertian
Profesi Guru
Profesi sebagai
kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
tertentu. Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan kepandaian khusus
untuk melaksanakannya. Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa
Inggris profession atau bahasa Latin profecus yang artinya
mengakui, pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan
tertentu (Sudarwan Danin, 2002:20). Mengutip pendapat Ornstein dan Levine, Soetjipto (2004;15) mengemukakan bahwa
profesi adalah memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar
jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya) dan memerlukan
pelatihan khusus dengan waktu yang panjang. Selanjutnya Nana Sudjana (Uzer
Usman, 2001:14) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya
dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan
pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan lain.
Dari beberapa
pendapat para ahli di atas tentang pengertian profesional maka dapatlah diambil
suatu kesimpulan bahwa profesi adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan
baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.[1]
Secara rinci
Imran Manan (1989) menyatakan, profesi adalah kedudukan atau jabatan yang
memerlukan ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang di peroleh sebagian
lewat pendidikan atau perkuliahan yang bersifat teoritis dan disertai dengan
praktek, diuji dengan sejenis bentuk ujian baik universitas atau lembaga yang
diberi hak untuk itu dan memberikan kepada orang-orang yang memilikinya
(sertifikat, lisence, brevet) suatu kewenangan tertentu dalam hubungannya
dengan kliennya.
Dalam arti yang
lebih luas Oemar Hamalik (2002) menyatakan, profesi itu pada hakekatnya adalah
suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan
dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang
tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Menurut
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan dalam pasal 39 ayat 1 bahwa guru adalah: “Tenaga
professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakkukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.
Berdasarkan
sejumlah sumber itu dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya sekedar
pemberi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya di depan kelas. Akan tetapi, ia
merupakan seorang tenaga professional yang dapat menjadikan murid-muridnya
mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang di hadapi.
Dengan demikian, seorang guru hendaklah bercita-cita tinggi, berpendidikan
luas, berkepribadian kuat dang tegar serta berperikemanusiaan yang mendalam.[2]
Sumargi profesi
guru adalah profesi khusus _ luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib
menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk
mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang
telah diikrarkannya, bu-kan semata-mata segi materinya belaka
Makagiansar, M.
1996 profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan
yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan
diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu
Nasanius, Y.
1998 mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga
masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada
beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain:
(a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih
(b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan
kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi
mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.
Galbreath, J.
1999 profesi guru adalah orang yang bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam
melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan
atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan
tugas berat mencerdakan anak didik.
Pencanangan
guru sebagai sebuah profesi dapat dikatakan merupakan upaya pengakuan
pemerintah atas jasa dan kerja keras mereka. Pengakuan ini menyejajarkan
profesi guru seperti dokter, pengacara, dan berbagai profesi lain. Apakah
dengan pengakuan ini dengan sendirinya kesejahteraan segera meningkat? Tentu
saja tidak serta-merta demikian, jika pemerintah kemudian tidak menindaklanjuti
dengan berbagai kebijakan yang mengarah kepada proses penyejahteraan guru.
Peristiwa ini
mencerminkan betapa beratnya pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan
guru dari sekadar okupasional menjadi sebuah profesi. Dari sisi kebijakan dalam
soal pendidikan, tidaklah kondusif untuk mengantarkan guru untuk profesional.
Dari segi kultur mendidik, itu menunjukkan para guru pun tidak mampu tertib
mendengarkan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Jika gurunya saja
demikian, bagaimana mungkin mereka mampu menertibkan murid-muridnya di kelas?
Saat disebut
"pemerintah daerah" berkaitan dengan "kesejahteraan",
mereka pun kembali gaduh. Ini mengundang tanda tanya besar, ada apa dengan
"pemda" dan para guru? Apakah guru tidak percaya lagi terhadap pemda
yang akan dijadikan pilar untuk menyejahterakan mereka? Berbagai hal di atas
menimbulkan pertanyaan, apakah bisa guru-guru kita profesional. Tapi apa pun
yang terjadi, memang guru harus diperjuangkan untuk profesional.[3]
1.2. Syarat-syarat Profesi Keguruan
Konvensi
Nasional Pendidikan Indonesia I pada tahuan 1988 (Made Pidarta, 2000:266)
menentukan syarat-syarat suatu pekerjaan profesional sebagai berikut :
(1)
atas dasar panggilan hidup yang dilakukan sepenuh waktu serta untuk jangka
waktu yang lama (2) telah memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus, (3)
dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur, dan anggaan-anggapan dasar yang
sudah baku sebagai pedoman dalam melayani klien, (4) sebagai pengabdian kepada
masyarakat, bukan mencari keuntungan finansial, (5) memiliki kecakapan
diagnostik dan kompetensi aplikatif dalam melayani klien, (6) dilakukan secara
otonom yang bisa diuji oleh rekan-rekan seprofesi, (7) mempunyai kode etik yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat, dan (8) pekerjaan yang dilakukan untuk
melayani mereka yang membutuhkan
Muchlas
Samani dkk (2003:3-4) mengemukakan syarat-syarat profesi meliputi: (1) memiliki
fungsi yang signifikan dalam kehidupan masyarakat dimana profesi berada, (2)
memerlukan keahlian dan keterampilan tertentu yang tidak dapat dijangkau oleh
masyarakat awam pada umumnya, (3) keahlian yang diperlukan dikembangkan
berdasarkan disiplin ilmu yang jelas dan sistematik, (4) memerlukan pendidikan
atau pelatihan yang panjang, sebelum seseorang mampu memangku profesi tersebut,
(5) memiliki otonomi dalam membuat keputusan yang terkait dengan ruang lingkup
tugasnya, (6) memiliki kode etik jabatan yang menjelaskan bagaimana profesi itu
harus dilaksanakan oleh orang-orang yang memegangnya, (7) memiliki organisasi
profesi yang merupakan tempat pemegang profesi berasosiasi dan mengembangkan
profesi tersebut.
Bila
kita bandingkan persyaratan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut,
dapatlah disimpulkan pernyataannya hampir sama dan saling melengkapi. Dengan
demikian bahwa persyaratan profesi yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.
Pilihan terhadap jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan
panggilan hidup orang bersangkutan
2.
Telah
memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus yang bersifat dinamis dan
terus berkembang
3.
Ilmu,
pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut diatas diperoleh melalui studi
dalam jangka waktu lama
4.
Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien
5.
Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk
mendapatkan keuntungan finansial semata
6.
Tidak mengadvertensikan keahliannya untuk mendapatkan klien
7.
Menjadi anggota organisi profesi
8.
Organisasi tersebut menentukan persyaratan penerimaan anggota, memmbina profesi
anggota, mengawasi prilaku anggota, memberi sanksi, dan memperjuangkan
kesejahteraan anggota.
9.
Memiliki kode etik profesi
10.
Punya kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper yang diakui oleh
masyarakat
11.
Berhak mendapat imbalan yang layak
Jika
syarat tersebut diatas dijadikan acuan, sepertinya tidak semua jenis pekerjaan atau
jabatan dapat dikategorikan sebagai profesi[4]
Khusus
untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun
kriterianya. Misalnya National Education Sociation (NEA) (1948)
menyarankan kriteria berikut:
1)
Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2)
Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu
yang khusus.
3)
Jabatan yang memerlukan persiapan professional
yang lama (banndingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka)
4)
Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’
yang berkesinambung.
5)
Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan
keanggotaan yang permanen.
6)
Jabatan yang menentukan baku (standarnya)
sendiri.
7)
Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas
keuntungan pribadi.
8)
Jabatan yang mempunyai organisasi professional
yang kuat dan terjalin erat.[5]
1.3. Perbedaan Profesi Guru dan Profesi Lainnya
Guru merupakan
profesi utama, sedangkan profesi lain merupakan profesi yang ada dan terakhir
karena seorang guru.
Guru
mengalihkan ilmunya dalam arti teori dan metodologi perkembangannya kepada
peserta didik dan masyarakat luas, sedangakan profesi lain, seperti dokter
gigi, apoteker, hakim dan lainnya hanya memanfaatkan pengetahuannya untuk kesejahteraan
masyarakat tanpa mengajarkannya.[6]
Mengajar bukan
hanya menyapaikan materi pelajaran saja, akan tetapi merupakan pekerjaan yang bertujuan
dan bersifat kompleks. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, diperlukan
sejumlah keterampilan khusus yang didasarkan pada konsep dan ilmu pengetahuan
yang spesifik. Artinya, setiap keputusan dalam melaksanakan aktivitas mengajar
bukanlah didasarkan kepada suatu
pertimbangan-pertimbangan subjektif atau tugas yang dilakukan sekehendak hati,
tetapi didasarkan kepada suatu pertimbangan berdasarkan keilmuan tertentu,
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Guru bertugas
mengantarkan siswa ke arah tujuan yang diinginkan, akan tetapi hasil pekerjaan
guru seperti mengembangkan bakat dan minat serta potensi yang dimiliki
seseorang, termasuk mengembangakan bakat tertentu memerlukan waktu yang cukup
panjang sehingga hasilnya baru dapat dilihat setelah waktu yang lama. Oleh
karena itu, kegagalan guru dalam membelajarkan siswa, berarti kegagalan membentuk
satu generasi manusia. Namun kinerja profesi non keguruan, seperti dokter
biasanya dapat dilihat dalam waktu yang singkat.[7]
Menjadi guru
tidak cukup hanya dengan memahami materi yang akan disampaikan (what to teach),
tetapi juga dipelukan kemampuan dan keterampilan mendesain strategi
pembelajaran yang tepat (how to teach). Kemampuan-kemampuan semacam itu
diperoleh dari suatu lembaga pendidikan khusus, yaitu lembaga pendidikan
keguruan.
2. PROFESIONALISASI JABATAN GURU DAN PERLUNYA PROFESIONALISASI
DALAM PENDIDIKAN
2.1. Pengertian Profesionalisasi
Adapun
profesionalisasi dimaknai sebagai suatu proses untuk menjadikan suatu pekerjaan
memperoleh status profesional. Sudarwan Danim (2002:23) menyatakan bahwa:
“profesionalisasi adalah suatu proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan
para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai criteria standar ideal
dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesi itu.”
Profesionalisasi
mengandung makna dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan
kemampuan praktis. Aktualisasi dari profesionalisasi itu antara lain dengan
melakukan penelitian, diskusi antar anggota profesi, penelitian dan
pengembangan, melakukan uji coba, mengikuti forum-forum ilmiah, studi mandiri
dari berbagai sumber media, studi lanjutan, studi banding, observasi praktikal,
dan langkah-langkah lain yang dituntut oleh persyaratan profesi masing-masing.
Kehadiran
suatu profesi itu pada dasarnya merupakan suatu fenomena sosial atau
kemasyarakatan. Hal ini berarti bahwa keberadaan suatu profei d masyarakat
bukan diakui dan diyakini oleh para pengemban profesinya itu semata , justru
dakui dan dirsakan manfaat dan kepentingan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Pengakuan
(recognition) terhadap suatu profesi itu pada dasarnya secara implisit
mengimplikasikannya adanya penghargaan, meskipun tidak selalu berarti financial
melainkan dapat mengandung status sosial.
Tidak
mengherankan karenanya, banyak dari warga masyarakat , terutama dari golongan
menengah , yang memandang bahwa menjadi seorang profesioanal itu merupakan
dambaan yang menjanjikan .
2.2. Perlunya Profesionalisasi Dalam
Pendidikan
Menurut
Peter Jarvis (1992:28); Sudarwan Danim (2002:23); dan Nina Syam (2002:13)
terdapat tujuh tahapan menuju status professional yang dapat penulis resumekan
sebagai berikut: Pertama, penentuan spesialisasi bidang pekerjaan sesuai
dengan pengetahuan khusus dan keterampilan untuk menerapkan pengetahuan khusus
tersebut yang dimiliki oleh seseorang; Kedua, penentuan tenaga
ahli yang memenuhi persayaratan untuk menjalankan pekerjaan sesuai dengan
pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga kerja dalam menjalankan
pekerjaannya; Ketiga, penentuan pedoman kerja sebagai landasan kerja
yang disebut juga sebagai standar perilaku tenaga kerja dalam menjalankan
pekerjaannya atau kehaliannya. Pedoman kerja tersebut disebut juga sebagai
etika kerja; keempat, peningkatan kreativitas kerja sebagai usaha untuk
menciptakan sesuatu yang lebih baik bagi profesi itu sendiri maupun bagi
masyarakat yang membutuhkan pelayanannya; Kelima, penentun tanggung
jawab kerja bagi professional di dalam menjalankan pekerjaannya; Keenam,
pembentukan organisasi kerja untuk mengatur tenaga kerja yang terdapat dalam
organisasi tersebut; Ketujuh, memberi-kan pelayanan yang ketat dan
penilaian dari masyarakat pengguna jasa profesi untuk menentukan pelayanan
kerja sebagai pelayanan yang profesional.[8]
Made Pidarta (1997 : 265) menyatakan bahwa tidak diakuinya
keprofesionalan para guru dan dosen, didasarkan atas kenyataan yang dilihat
masyarakat bahwa (1) banyak sekali guru maupun dosen yang tidak memberi
keputusan kepada mereka, dan (2) menurut pendapat masyarakat, pekerjaan
mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.
Profesi
pendidik merupakan suatu bidang yang memerlukan profesionalisme dalam
menjalankannya. Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan diperlukan
para pendidik yang profesional yang ditopang dengan pengelola kependidikan yang
profesional pula dan perlu kebersamaan dalam menjalankannya. Hambatan dalam
mewujudkan profesionalisme ini berupa masih berjalannya sistem orde baru yang
tidak kondusif, penuh KKN dan moral yang rendah dari sebagian tenaga pendidik.
Pencapaian profesionalisme pendidikan memerlukan tahapan-tahapan, perlu
aplikasi bidang lain yang bersesuaian untuk kemajuan pendidikan dan pembinaan
moral yang melibatkan pendidikan agama.[9]
Dalam pendidikan guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih
dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, member rasa
aman, nyaman dan kondusif dalam kelas.
Keberadaan di
tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan dan kejenuhan
belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu
tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru dan tidak semua orang
melakukannya. Menyadari hal itu bahwasanya perofesionalisasi guru dalam
pendidikan sangat diperlukan. Guru yang professional merupakan factor penentu
proses pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menjadi guru professional mereka
harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas
yang sangat rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun
terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara.[10]
Sebab-sebab diperlukannya profesionalisasi dalam pendidikan adalah:[11]
a)
Agar
pendidikan bisa berjalan dengan efektif dan efesien. Pendidikan akan terlaksana
dengan baik apabila dalam suatu lembaga pendidikan menempatkan guru pada
keahlian yang dimilikinya sehingga pendidikan dapat berjalan dengan efektif dan
efesien.
b)
Agar
visi misi pendidikan berhasil.
c)
Dengan
adanya profesionalisasi dalam pendidikan dapat memberikan inisiatif, kreatif
dalam mengadakan konsep baru untuk memperbaharui pendidikan supaya tidak
keterbelakang dari segi pendidikan.
d)
Dengan
adanya profesionalisasi dalam pendidikan dapat meningkatkakn kemampuan para
peserta didik, karena dengan adanya pendidik yang professional, yang
berkompeten dalam bidang sehingga ia lebih menguasai apa yang akan diberikan
kepada peserta didik.
3.CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN
Menurut Rochman Natawidjaja mengemukakan beberapa criteria sebagai
ciri suatu profesi, yaitu :
1.
Ada
standar untuk kerja yang baku dan jelas.
2.
Ada
lembaga pendidikan khusu yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang
pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai yang
bertanggung jawab tenatng pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi
itu.
3.
Ada
etika dank kode etik yang mengatur perilaku para pelakunya dalam memperlakukan
kliennya.
4.
Ada
sistem imbalan terhadap jasa layanan imbalannya yang adil dan baku.
5.
Ada
pengakuan masyarakat professional penguasa dan awam terhadap pekerjaan itu sebagai
suatu profesi.
Lebih lanjut Moh. Ali (dalam Moh Usman 1996 : 15 ) mengemukakan
karakteristik profesi sebagai berikut :
1.
Adanya
keterampilan yang berdsarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.
Menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.
Adanya
tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4.
Adnya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
5.
Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6.
Memiliki
kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
7.
Memiliki
klien atau objek layanan yang tetap, sperti dokter dengan pasiennya dan guru
dengan muridnya.
8.
Diakui
oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya dalam masyarakat.
[1] http://www.cindycomputer.com/index.php?option=com_content&view=article&id=484:konsep-menjadi-guru-yang-profesional&catid=37:lain-lain&Itemid=135
[2]
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Quantum
Teaching: Jakarta, 2005), h. 7
[3] http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/kompetensi-guru-profesi.html
[4]
http://www.cindycomputer.com/index.php?option=com_content&view=article&id=484:konsep-menjadi-guru-yang-profesional&catid=37:lain-lain&Itemid=162
[5]
Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Rineka Cipta: Jakarta,
2009), h. 18
[6] Sudarwan
Danim, Media Komunikasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 58
[7] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar proses Pendidikan (Jakarta: Kencana.,
2006), h. 16-17
[8] http://sambasalim.com/pendidikan/profesionalisme-guru.html
[9] http://vandha.wordpress.com/2008/06/22/peningkatan-profesionalisme-pendidikan-dalam-upaya-meningkatkan-mutu-pendidikan/
[10] Asrorun Ni’am
Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas, 2006), cet
ke-1, h. 9
[11] Made Pidarta, Landasan
Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 300-307
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan.
Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ni’am Sholeh,
Asrorun. 2006. Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta: Elsas.
Nurdin,
Syafruddin. 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta:
Quantum Teaching.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Soetjipto,
Raflis Kosasi,. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Syaefudin
Sa’ud, Udin. 2010. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
http://sambasalim.com/pendidikan/profesionalisme-guru.html