MENGARANG DENGAN ILHAM

Melihat, mengalami, merasakan dan membaca.
Menjadi SASTRAWAN

Selasa, 22 Januari 2013

Dulu kita bertemu di depan ruko
Kota itu indah
Selalu ramai
Pada saat itu aku terlalu kecil mengetahui
Dan akhirnya hampir tujuh tahun
Aku selalu gagal melukis
saat aku kembali melukisnya cat itu tumpah
Bukan itu saja
Mungkin karena terlalu kuat memegang kuas
Patah
Dan sekarang aku tidak bisa melukis lagi
Jangan kau tanya bagaimana perasaankku
Saat ini satu satunya cara
Darahku jadikan catnya
Tanganku sebagai kuasnya
Wajahku sebagai kertasnya
Hanyalah keajaiban kecil
Beroleh lukisan ini dibeli orang
Namun  aku takkan menjualnya
Kecuali seseorang di ruko itu memintanya

Sabtu, 12 Januari 2013

PEREMPUAN OMBAK


PEREMPUAN OMBAK


Kau berikan ombak untukku. Kau bilang ombak itu indah seperti mataku. Pernah kita ke pantai padang. Hanya kita berdua. Kau lepaskan pandanganku ke pulau kecil. Kau tahu. Ombak itu merayuku. Agar tetap di sini.

***
Kau mengenakan baju pink.
Aku. Baju biru. Jilbab biru muda.
Kita laksana seikat warna sejati.
Kita berjalan selangkah.
Dua langkah.
Bahkan seribu langkah.
Kau ajak aku meredam luka di pantai ini.
Aku mengikuti kehendakmu.
Kita sudah lama berjanji.
Hari ini....
Tepati sudah janji itu.
Kita sama-sama duduk di atas bebatuan.
Kita menyaksikan matahari.
Masih diselimuti awan.
Ombak-ombak nakal mencuri perhatianku.
Aku terusik dengan semburan airnya.
Bukuku basah. Tanganku yang menulis terhenti seketika.
Pernah aku mengatakan padamu.
Aku tak ingin jadi buih.
Kau menatap mataku dalam.
Ya. Aku ingin jadi laut.
Aku memandang lepas.
Ombak semakin menggigit.
Menampar bibir pantai.
Aku sedikit mencuri jeda.
Kau tahu....
Laut memberikan sejuta perasaan indah padaku.
Sama aku padamu.
Ada sejuta kebahagiaan.
Aku janji padamu membuat puisi.
Inilah puisi itu.
***
Kita masih di sini.
Terdampar di bibir pantai.
Merangkak.
Mencairkan luka.

Laut....
Kau biarkan airmu menyentuhku.
Aku menyimpan rapat kedukaan.
Namun....
Hari  ini.
Kau biarkan aku membaginya bersamamu. ***Padang (12-01-2013)